Selasa, 25 September 2012

Evaluasi Nontes


Teknik Evaluasi Nontes Sebagai Alternatif Assessment Pendidikan Agama Islam


MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
EVALUASI PENDIDIKAN
Dosen: Prof. DR. H. SYUAEB KURDIE, M.Pd



Disusun Oleh :
FAIJAH
NIM. 14116310010
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEMESTER TIGA


PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SYEKH NURJATI
 CIREBON
2011
KATA PENGANTAR


      Segala puja dan puji bagi Allah yang Maha Agung dan Maha Sempurna atas semua sifat-Nya.
 Shalawat dan salam kepada Rasulullah, Muhammad SAW, yang telah memberi petunjuk jalan yang benar.
            Syukur alhamdulillah penulis telah menyelesaikan tugas ini dengan judul Teknik Evaluasi Nontes sebagai Alternatif Assessment Pendidikan Agama Islam, untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Pendidikan pada  program studi Pendidikan Islam konsentrasi Pendidikan Agama Islam Pascasarjana  IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
                   Dalam penulisan tugas ini diusahakan semaksimal mungkin kearah kesempurnaan dengan bimbingan bapak dosen, namun demikian kiranya perlu disadari bahwa masih terdapat beberapa kekurangan.
                  Untuk itulah penulis dengan segala rendah hati mohon kiranya ada kritik  dan saran demi perbaikan selanjutnya.
      Akhirnya penulis berharap semoga penulisan tugas ini bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
                                                                                                                                                                                    P e n u l i s

BAB I
PENDAHULUAN


Pendidikan agama Islam merupakan salah satu realisasi dari tujuan pendidikan nasional yaitu mencetak generasi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, seperti amanat  UU Nomor 20 Tahun 2003  pasal 3  dikatakan  tujuan  pendidikan nasional, yaitu  untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab .
Internalisasi nilai-nilai pendidikan islam tidak bisa diukur hanya dengan teknik tes,akan tetapi untuk ranah afektif dan internalisasi nilai dibutuhkan perangkat evalusi nontes untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan internalisasi nilai islam dan iman serta akhlaqul karimah.
Goal dari Pendidikan Islam ialah melahirkan generasi yang beriman dan bertaqwa serta berakhlaq karimah, bukan generasi yang hanya pintar dan mahir tentang ilmu agama nya tanpa pengamalan yang signifikan. Imam Gozali memberikan steatment ilmu tanpa amal akan lumpuh. Dan yang paling menggelitik pemikiran penulis untuk menulis makalah ini  bahwa yang harus dicermati ialah untuk eksistensi dalam beragama ialah pengamalan beragama bukan berilmu agama. Para missionaris mereka mengerti ilmu Islam tapi  sekedar untuk menjadikan ilmu pengetahuan tidak untuk diamalkan.
Untuk meminimalisir verbalistiik dalam pendidikan agama Islam ialah penggunaan teknik nontes . Salah satu teknik yang sangat membantu dalam penilaian terhadap hal-hal yang bersangkutan dengan penanaman nilai dan habitual siswa.







BAB II
PEMBAHASAN


A.   Pengertian Tehnik Nontes
Tehnik penilaian nontes berarti melaksanakan penilain dengan tidak mengunakan tes (Soal yang harus dijawab siswa), Tehnik penilaian ini umumnya untuk menilai kepribadian anak secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, sikap sosial, ucapan, riwayat hidup dan lain-lain. Yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam pendidikan, baik secara individu maupun secara kelompok. [1]
Keberhasilan siswa dalam proses belajar-mengajar tidak hanya dapat diukur dengan alat tes. Sebab masih banyak aspek-aspek kemampuan siswa yang sulit diukur secara kuantitatif dan mencakup objektifitas misalnya aspek afektif dan  psikomotorik siswa.

B.       Penggolongan Tehnik Nontes
1)   Observasi (Pengamatan)
Observasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah lakunya Secara umum. observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan objek pengamatan.[2]
Observasi dapat dilakukan pada berbagi tempat misalnya kelas pada waktu pelajaran, dihalaman sekolah pada waktu bermain, di mushola  atau masjid ketika Sholat berjama’ah.
 a.   Cara dan Tujuan Observasi
Menurut cara dan tujuannya observasi dapat dibedakan menjadi 3 macam :
     1)    Observasi partisipatif dan non partisipatif
Observasi partisipatif adalah observasi dimana orang yang mengobservasi (observer) ikut ambil bagian alam kegiatan yang dilakukan oleh objek yang diamatinya. Sedangkan observasi nonpartisipatif, observasi tidak mengambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh objeknya. Atau evaluator berada “diluar garis” seolah-olah sebagai penonton belaka. Contoh observasi partisipatif  Misalnya guru ikut serta sholat berjamaah masuk melebur dalam shof siswa. Kalau observasi nonpartisipatif, guru hanya sebagai pengamat, dan tidak ikut aktif dalam kegiatan yang diamati tersebut.
2)    Observasi sistematis dan observasi nonsistematis
Observasi sistematis adalah observasi yang sebelum dilakukan, observer sudah mengatur sruktur yang berisi kategori atau kriteria, masalah yang akan diamati
Sedangkan observasi nonsistematis yaitu apabila dalam pengamatan tidak terdapat stuktur ketegori yang akan diamati.
Contoh observasi sistematis misalnya guru yang sedang mengamati anak-anak Sholat berjama’ah  Disini sebelum guru melaksanakan observasi sudah membuat kategori-kategori yang akan diamati, misalnya tentang:
Kekhusukan dalam sholat, bacaan yang dilafalkan, kesungguhan dalam sholat dan lain sebagainya. Kemudian ketegori-kategori itu dicocokkan dengan tingkah laku murid dalam Sholat berjama’ah.
Kalau observasi nonsistematis maka guru tidak membuat kategori-kategori diatas, tetapi langsung mengamati anak yang sedang Sholat bejama’ah.
3)    Observasi Eksperimental
Observasi eksperimental adalah observasi yang dilakukan secara nonpartisipatif tetapi sistematis. Tujuannya untuk mengetahui atau melihat perubahan, gejala-gejala sebagai akibat dari situasi yang sengaja diadakan. [3]   
Sebagai alat evaluasi, observasi digunakan untuk :
a)  Menilai minat, sikap dan nilai yang terkandung dalam diri siswa.
b)  Melihat proses kegiatan yang dilakukan oleh siswa maupun kelompok.
c)  Suatu tes essay/obyektif tidak dapat menunjukan seberapa kemampuan siswa dapat menjelaskan pendapatnya secara lisan, dalam bekerja kelompok dan juga kemampuan siswa dalam mengumpulkan data.
b.    Sifat Observasi
Observasi yang baik dan tepat harus memilki sifat-sifat tertentu yaitu :
1.  Hanya dilakukan sesuai dengan tujuan pengajaran
2.  Direncanakan secara sistematis
3.  Hasilnya dicatat dan diolah sesuai dengan tujuan
4.  Dapat diperika validitas, rehabilitas dan ketelitiaannya.
 c.   Kebaikan dan Kelemahan Observasi
Observasi sebagai alat penilain nontes, mempunyai beberapa kebaikan, antara lain :
1.    Observasi dapat memperoleh data sebagai aspek habitual anak.
2.    Dalam observasi memungkinkan pencatatan yang serempak dengan terjadinya suatu gejala atau kejadian yang penting.
3.    Observasi dapat dilakukan untuk melengkapi dan mencek data yang diperoleh dari teknik lain, misalnya wawancara atau angket.
4.    Observer tidak perlu mengunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan objek yang diamati, kalaupun menggunakan, maka hanya sebentar dan tidak langsung memegang peran. Selain keuntungan diatas, observer juga mempunyai beberapa kelemahan.
Kelemahan observasi:
1.    Observer tiidak dapat mengungkapkan kehidupan pribadi seseorag yang sangat dirahasiakan. Apabila seseorang yang diamati sengaja merahasiakan kehidupannya maka tidak dapat diketahui dengan observasi. Misalnya mengamati anak yang menyayi, dia kelihatan gembira, lincah . Tetapi belum tentu hatinya gembira, dan bahagia. Mungkin sebaliknya, dia sedih dan duka tetapi dirahasiakan.
2.    Apabila si objek yang diobservasikan mengetahui kalau sedang diobservasi maka tidak mustahil tingkah lakunya dibuat-buat, agar observer merasa senang.
3.    Observer banyak tergantung kepada faktor-faktor yang tidak dapat dapat dikontrol sebelumya.
 d.   Alat Pencatat Observasi
Agar hasil observasi dapat dikumpulkan dengan baik maka sebelumnya guru harus menyiapkan alat untuk observasi yaitu :
1.    Catatan Anekdot (Anecdotal Record). Yaitu catatan khusus mengenai hasil pengamatan tentang tingkah laku anak yang dianggap penting (istimewa). Catatan anekdot ini ada dua macam yaitu anekdot insidental, digunakan untuk mencatat peristiwa yang terjadi sewaktu-waktu, tidak terus-menerus. Sedangkan catatan anekdot periodik digunakan untuk mencatat peristiwa tertentu yang terjadi secara insedental dalam suatu periode tertentu. Catatan anekdot mempunyai kegunaan dalam melaksanakan observasi trerhadap tingkah laku anak. Kegunaanya untuk memperoleh pemahaman yang lebih tepat tentang murid sebagai individu yang kompleks, memperoleh pemahaman tentang sebab-sebab dari suatu problema yang dihadapinya, dan dapat dijadikan dasar utuk pemecahan masalah anak dalam belajar.
2.    Daftar cek (Check List). Daftar cek adalah sebuah catatan tertulis yang berisi kemungkinan jawaban yang dipilih, dengan tinggal membubuhkan sebuah tanda pada kemungkinan jawaban yang benar. Dalam bentuk daftar cek, semua tingkah laku, sikap yang diobservasi dijabarkan dalam suatu daftar.
3.    Skala Penilaian (Rating Scale). Dalam skala penilaian, tingkah laku, sikap yang diobservasikan dijabarkan dalam bentuk skala.
2)    Wawancara (Interview)
Wawancara adalah suatu tehnik penilain yang dilakukan dengan jalan percakapan (dialog) baik secara langsung (face to face relation) secara langsung apabila wawancara itu dilakukan kepada orang lain misalnya kepada orang tuannya atau kepada temanya. Keberhasilan wawancara sebagai alat penilaian sangat dipengaruhi oleh beberapa hal :
a.    Hubungan baik pewawancara dengan anak yang diwawancarai. Dalam hal ini hendaknya pewawancara dapat menyesuikan diri dengan orang yang diwawancarai.
b.    Keterampilan pewawancara. Keterampilan pewawancara sangat besar pengaruhnya terhadap hasil wawancara yang dilakukan, karena guru perlu melatih diri agar meiliki keterampilan dalam melaksanakan wawancara.
c.    Pedoman wawancara. Keberhasilan wawancara juga sangat dipengaruhi oleh pedoman yang dibuat oleh guru sebelum guru melaksanakan wawancara harus membuat pedoman-pedoman secara terperinci, tentang pertanyaan yang akan diajukan.
Keuntungan dan kelemahan wawancara
Keuntungan wawancara yaitu :
1.    Wawancara dapat memberikan keterangan keadan pribadi hal ini tergantung pada hubungan baik antara pewawancara dengan objek.
2.    Wawancara dapat dilaksanakan untuk setiap umur dan mudah dalam pelaksaannya.
3.    Wawancara dapat dilaksanakan serempak dengan observasi.
4.    Data tentang keadaan individu lebih banyak diperoleh dan lebih tepat dibandingkan dengan observasi dan angket.
5.    Wawancara dapat menimbulkan hubungan yang baik antara si pewawancara dengan objek.
Sedangkan Kelemahan wawancara sebagai alat penilaian, yaitu :
1.    Keberhasilan wawancara dapat dipengaruhi oleh kesediaan, kemampuan individu yang diwawancarai.
2.    Kelancaran wawancara dapat dipengaruhi oleh keadaan sekitar pelaksaan wawancara.
3.    Wawancara menuntut penguasaan bahasa yang baik dan sempurna dari pewawancara.
4.    Adanya pengaruh subjektif dari pewawancara dapat mempengaruhi hasil wawancara. 
Ada dua jenis wawancara yang dapat pergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu :
a.    Wawancara terpimpin (Guided Interview) yang juga sering dikenal dengan istilah wawancara berstruktur (Structured Interview) atau wawancara sistematis (Systematic Interview).
b.    Wawancara tidak terpimpin (Un-Guided Interview) yang sering dikenal dengan istilah wawancata sederhana (Simple Interview) atau wawancara tidak sistematis (Non-Systematic Interview), atau wawancara bebas.
 Hal-hal yang perlu diperhatikan didalam guru sebagai pewawancara yaitu :   
a.    Guru yang akan mengadakan wawancara harus mempunyai back ground tentang apa yang akan ditanyakan.
b.    Guru harus menjalankan wawancara dengan baik tentang maksud wawancara tersebut.
c.    Harus menjaga hubungan yang baik.
d.   Guru harus mempunyai sifat yang dapat dipercaya.
e.    Pertanyaan hendaknya dilakukan dengan hati-hati, teliti dan kalimatnya jelas.
f.     Hindarkan hal-hal yang dapat mengganggu jalannya wawancara.
g.    Guru harus mengunakan bahasa sesuai kemampuan siswa yang menjadi sumber data.
h.    Hindari kevakuman pembicaraan yang terlalu lama.
i.      Batasi waktu wawancara.
j.       Hindari penonjolan aku dari guru. [4]
3)    Angket (Questionare)
Pada dasarnya angket adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). [5]
Pada umumnya tujuan penggunaan anngket atau kuesioner dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka.
Angket sebagai alat penilaian nontes dapat dilaksanakan secara langsung maupun secara tidak langsung. Dilaksanakan secara langsung apabila angket itu diberikan kepada anak yang dinilai atau dimintai keterangan sedangkan dilaksanakan secara tidak langsung apabila agket itu diberikan kepada orang untuk dimintai keterangan tentang keadaan orang lain. Misalnya diberikan kepada orangtuanya, atau diberikan kepada temannya.
Ditinjau dari strukturnya, angket dapat dibagi menadi 2 macam, yaitu angket berstuktur dan angket tidak berstuktur. Angket berstuktur adalah angket yang bersifat tegas, jelas, dengan model pertanyan yang terbatas, singkat dan membutuhkan jawaban tegas dan terbatas pula. Sedangkan angket tidak berstruktur adalah angket yang membutuhkan jawaban uraian panjang, dari anak, dan bebas. Yang biasanya anak dituntut untuk memberi penjelasan-penjelasan, alasan-alasan terbuka.
Angket sebagai alat penilaian terhadap sikap tingkah laku, bakat, kemampuan, minat anak, mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan angket antara lain :
a.    Dengan angket kita dapat memperoleh data dari sejumlah anak yang banyak yang hanya membutuhkan waktu yang sigkat.
b.    Setiap anak dapat memperoleh sejumlah pertanyaan yang sama.
c.    Dengan angket anak pengaruh subjektif dari guru dapat dihindarkan.
 Sedangkan kelemahan angket, antara lain :
a.    Pertanyaan yang diberikan melalui angket adalah terbatas, sehingga apabila ada hal-hal yang kurang jelas maka sulit untuk diterangkan kembali.
b.    Kadang-kadang pertanyaan yang diberikan tidak dijawab oleh semua anak, atau mungkin dijawab tetapi tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Karena anak merasa bebas menjawab dan tidak diawasi secara mendetail.
c.    Ada kemungkinan angket yang diberikan tidak dapat dikumpulkan semua, sebab banyak anak yang merasa kurang perlu hasil dari angket yang diterima, sehingga tidak memberikan kembali angketnya.
4).   Pemeriksaan Dokumen (Documentary Analisis) [6]
           Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa menguji (tehnik nontes) juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara melakukan pemerikasaan terhadap dokumen-dokumen; misalnya dokumen yang memuat infomasi mengenai riwayat hidup (auto biography).
            Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup, maka subjek evaluasi akan dapat menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian kebiasaan atau sikap dari obyek yang dinilai.
         Berbagai informasi, baik mengenai peserta didik, orangtua dan lingkungannya itu bukan tidak mungkin pada saat-saat tertentu sangat diperlukan sebagai bahan pelengkap bagi pendidik dalam melakukan evaluasi hasil belajar terhadap peserta didik.
5)   Sosiometri [7]
Sosiometri adalah suatu penilaian untuk menentukan pola pertalian dan kedudukan seseorang dalam suatu kelompok. Sehingga sosiometri merupakan alat yang tepat untuk menilai hubungan sosial dan tingkah laku sosial dari murid-murid dalam suatu kelas, yang meliputi stuktur hubungan individu, susunan antar individu dan arah hubungan sosial. Sehingga dengan demikian seorang guru dapat mengetahui bagaimana keadaan hubungan social dari tiap-tiap anak dalam suatu kelompok atau kelas.
Langkah yang ditempuh guru dalam sosiometri ada 3 yaitu :
a.    Langkah pemilihan teman
Disini guru menyuruh semua murid untuk memilih teman-temannya yang disenangi secara berurutan sebanyak satu atau dua anak. Dalam memilih anak perlu disebutkan alasan mengapa harus memilih teman itu.
Contoh :
Nama   : Tono
Kelas   : III A
Teman yang saya pilih:
1. Candra                    Karena aktif belajar dan pandai
2. Sumarsono              Karena tegas dalam berbicara
3. Nunung                   Karena penurut
b.    Langkah pertabelan
Guru membuat tabel dalam materi tes sosiomentri dari data yang telah diperoleh dalam langkah pemilihan teman.
Misalnya setiap anak memiliki 2 dari 6 orang
Dipilih
Pemilih

Andi
Ani
Ana
Susi
Sandi
Anto

Andi



1

1



Ani


1

1
Ana



2

2
1
Susi


2




1
Sandi




2


2
Anto






2
Pilihan I
2
2
1
1
-
-
Pilihan II
-
-
2
1
2
1
Jumlah
2
2
3
2
2
1

c.    Langkah Pembuatan Gambar (Sosiogram)
Dari data yang telah kita buat dalam metrik sosiometri, dapat pula kita buat sebuah peta atau sosiogram. Dalam pembuatan sosiogram usahakan anak yang paling banyak dipilih diletakan ditengah-tengah, agar dapat mudah diketahui siapa yang paling banyak dipilih.
Dengan melihat hasil sosiometri kita dapat mengetahui bagaimana kedudukan dan relasi sosial dari masing-masing anak dalam kelompok. Sehingga hasil dari sosiogram ini dapat dibuat pertimbangan untuk menilai sikap sosial anak dan kepribadiannya dalam kelompok.
Sosiometri sebagai alat penilaian nontes sangat berguna bagi guru dalam beberapa hal, antara lain:
1.    Untuk pembentukan kelompok dalam menentukan kelompok kerja (pembagian tugas).
2.    Untuk pengarahan dinamika kelompok.
3.    Untuk memperbaiki hubungan individu dalam kelompok dan memberi bimbingan kepada setiap anak.
 Sosiometri dapat dilakukan dengan cara menyuruh siswa di kelas untuk memilih satu atau doa orang teman yang paling disukai ataupun yang kurang disukainya. Dengan cara tersebut maka dapat diketahui siswa mana saja yang menghadapi kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya, kemudian diberi bantuan.

FORMAT
VISUALISASI SOSIOMETRI KEDALAM SOSIOGRAM

G
E
                                                           
C
A
F
D
B
 








Model: Praktinyo Prawironegoro (1984)

6).   Studi Kasus
Studi kasus pada dasarnya mempelajari individu secara intensif yang dipandang memiliki kasus tertentu. Misalnya mempelajari anak yang sangat nakal, sangat rajin, sangat pintar atau sangat lamban dalam memahami pelajaran. Penekanan utama dalam studi kasus adalah mencari penyebab mengapa individu tersebut melakukan sesuatu dan apa pengaruhnya terhadap lingkungan.
Kelebihan dari studi kasus adalah subjek dipelajari secara mendalam dan menyeluruh sehingga karakter individu tersebut dapat diketahui dengan selengkap-lengkapnya. Sedangkan kelemahannya yaitu tidak dapat digeneralisasi dengan individu lain sekalipun memiliki kasus yang hampir sama.
7).   Catatan kejadian
Catatan kejadian yaitu suatu catatan peristiwa  yang dialami oleh siswa, yang dianggap sangat penting bagi siswa maupun sekolah. Misalnya saja siswa yang mempunyai prestasi yang luar biasa selain dalam bidang akademik, contohnya berhasil mencegah tawuran atau berhasil mencegah terjadinya kebakaran.
Tindakan-tindakan positif tersebut hendaknya dicatat sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian beasiswa, penentuan siswa  teladan, atau yang sejenis.
Dari uraian tersebut diatas dapatlah dipahami, bahwa dalam rangka hasil evaluasi hasil belajar peserta didik, evaluasi tidak harus semata-mata dilakukan denan mengunakan alat berupa tes-tes hasil belajar.
Teknik-teknik nontes juga menempati kedudukan yang penting dalam rangka evaluasi hasil belajar, lebih-lebih evaluasi yang berhubungan dengan kondisi kejiwaan peserta didik, seperti persepsinya terhadap guru, minatnya, bakatnya, tingkah laku atau sikapnya, dan sebagainya, yang kesemuannya itu tidak mungkin dievaluasi dengan mengunakan tes sebagai alat pengukurnya.

C.      ASSESSMENT PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
1.    Pengertian assessment
Menurut R. Ibrahim, asesmen (assessment) atau pengukuran hasil belajar ialah suatu alat yang digunakan dalam konteks yang lebih sempit daripada evaluasi dan biasanya dilaksanakan secara internal yakni oleh orang-orang yang menjadi bagian dari suatu sistem.[8] Sedangkan penilaian atau evaluasi (evaluation) ialah aplikasi suatu standar atau sistem pengambilan keputusan terhadap data asesmen, yaitu untuk menghasilkan keputusan (judgments) tentang besarnya dan kelayakan pembelajaran yang telah berlangsung.
Asesmen hasil belajar siswa  merupakana satu kesatuan atau bagian dari pembelajaran. Apalah artinya suatu proses pembelajaran apabila tidak diukur hasil pembelajarannya. Kata asesmen berasal dari Latin assidere, yang berarti sit beside. Dalam konteks pendidikan, hal ini meliputi kegiatan mengobservasi belajarnya siswa yaitu mendeskripsikan, mengumpulkan, merekam, memberi markah (skor), dan menginterpretasi informasi mengenai pembelajaran siswa Kegunaan utama asesmen sebagai bagian dari proses belajar ialah refleksi (cerminan) pemahaman dan kemajuan siswa secara individual. Mengajar tanpa mengetahui apakah hasil mengajarnya itu telah “menjadikan siswa itu belajar”, belumlah dapat dikatakan sebagai “mengajar”. 
2.    Makna  Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam adalah Pendidikan  melalui ajaran-ajaran agama Islam yang terkandung dalam Al Qur’an dan Hadist, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan itu ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.[9]
Mohammad Natsir berpendapat bahwa pendidikan bukanlah bersifat parsial, pendidikan adalah universal, ada keseimbangan (balance) antara aspek intelektual dan spiritual, antara sifat jasmani dan rohani, tidak ada dikotomis antar cabang-cabang ilmu. Beliau juga  sangat tegas menolak teori dikotomi ilmu yang memisahkan antara ilmu agama dan ilmu umum. Makanya beliau menampik pemisahan pendidikan agama dan pendidikan umum. Dikotomi ilmu agama dan ilmu umum adalah teori yang lahir dari rahim sekularisme.[10]
Bila ditelisik sejarah pengajaran yang dipaparkan dalam Al Qur’an melalui dialog teatris antara Allah , Adam dan malaikat. Allah mengajarkan seluruh ilmu pengetahuan “Seluruhnya” bukan hanya ilmu ilmu tentang ketuhanan saja akan tetapi seluruh ranah dari samudra ilmu Allah. Hal ini tertangkap dari penggunaan kata “ Kullaha” dalam ayat :
zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ

Artinya : “Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"

Selain itu menurut Ahmad D. Marimba: Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian yang lain sering kali beliau mengatakan kepribadian yang memiliki nalai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.[11]
Dapat  disimpulkan bahwa pendidikan Agama  Islam adalah segala upaya yang mengarah kepada pertumbuhan total anak didik. Ini identik dengan pendidikan agama dalam arti menyeluruh, yang berorientasi kepada seluruh tingkah laku terpuji manusia, yang dilakukan demi memperoleh ridha Allah Swt. Tingkah laku ini membentuk keutuhan manusia yang berbudi luhur (akhlak karimah) atas dasar iman dan takwa kepada Allah Swt. Pendidikan  Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat.
Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global.
Dalam dunia pendidikan profesional, adanya diskursus-diskursus dalam pengkajian ilmu bukanlah bermaksud mendikotomikan antara ilmu agama dan ilmu umum akan tetapi untuk lebih memberikan spesifikasi dalam pengkajian diskursus tersebut,jelas didisini yang menjadi kajian Pendidikan Agama Islam ilah bagaimana membentuk dan memberi fondasi pada peserta didik agar mereka menjadi insan yang beriman dan dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak karimah.

D.      Teknik Evaluasi Nontes sebagai Alternatif Assessment Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam yang menuntut tersentuhnya tiga taksonomi dalam pendidikan yaitu ranah kognitif, ranah psikomotorik, ranah afektif. Oleh karena itu Pendidikan Agama Islam harus bisa mengevalusi pembelajarannya dengan teknik yang bisa menyentuh tiga ranah tersebut. Apabila teknik tes mempunyai keunggulan dalam mengukur ranah kognitif, maka teknik evalusi nontes diharapkan dapat mengukur kemampuan siswa dalam ranah afektif dan psikomotornya.
Teknik evaluasi nontes ini bisa dilakukan  dan diaplikasikan oleh pendidik Agama Islam dengan mempertimbangkan kesesuaian materi dan faktor faktor penunjang yang lainnya. Misalnya sekolah yang berada pada mileu pedesaan yang minim fasilitas tentu assessment nontes ini dibersahajakan dengan fasilitas yang tersedia tanpa perlu memaksakan sesuatu yang keberadaannya sulit direalisasikan. Ini bisa terwujud bila sekolah tidak mempunyai fasilitas Mushola maka untuk Praktek Sholat Dhuha menggunakan fasilitas ruang kelas atau lapangan sekolah yang dikondisikan sedemikan rupa menjadi tempat yang layak untuk Sholat, atau juga bisa mengajak siswa ke masjid desa. Hal ini bisa dilakukan oleh pendidik yang profesional bagaimana memfasilitasi siswa berkembang maksimal dengan fasilitas yang terbatas.
Dalam Pendidikan Agama Islam yang menitikbertkan pada kemulian budi, kondisi psikologis pendidik juga berpengaruh, pendidik yang ikhlas dalam membimbing siswanya mengenal Tuhan, bukan pendidik yang komersial yang berorientasi hanya kepentingan dunianya belaka.
Teknik evaluasi nontes merupakan alternatif assessment pendidikan agam Islam diharapkan Pendidikan yang bisa berdaya guna dan berhasil guna. Mencerdaskan otak siswa dengan teknik evalusi tes, memuliakan budi siswa dengan mengasessment  kegiatan habitual siswa baik dengan observasi interview atau sosiometri dan teknik evaluasi nontes lainnya agar tercipta generasi yang handal. Amiin
WaAllahu A’lam Bishowab..


 DAFTAR PUSTAKA



Ahmad D. Marimba,  Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Al-Ma’arif, 1962)

Drs. Slamela,  Evaluasi Pendidikan,  (Jakarta:  PT. Bina Aksara, 1988)

Dr. Sutomo, Teknik Penilaian Pendidikan,  (Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1985)

Drs. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005)

Ganna Parydharizal, Konsep Pendidikan M. Natsir “Mendidik Umat Dengan Tauhid”, diambil dari Majalah Sabili, Edisi Khusus 100 tahun Mohammad Natsir, hal. 44

H. Daryanto,  Evaluasi Pendidkan,  (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001)

R. Ibrahim, Teori Evaluasi Pendidikan, (Bandung: Imtima, 2007)

Zakiah Darajat, et. Al., Ilmu Penididkan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara,  2000)




[1] Dr. Sutomo. 1985. Teknik Penilaian Pendidikan. PT. Bina Ilmu : Surabaya hal. 25
[2] Drs. Anas Sudijono. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT. Raja Grafindo : Jakarta hal. 76

[3] Dr. Sutomo. Loc.cit hal. 28

[4] Drs. Slamela. 1988. Evaluasi Pendidikan.: PT. Bina Aksara : Jakarta hal.134
[5] H. Daryanto. 2001. Evaluasi Pendidkan. PT. Rineka Cipta : Jakarta hal. 30

[6] Drs.Anas Sudijono hal. 90
[7] Drs. Sutomo hal. 40

[8] R. Ibrahim, Teori Evaluasi Pendidikan, (Bandung: Imtima, 2007), cet. Ke-1, h.13
[9] Zakiah Darajat, et. Al., Ilmu Penididkan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), Cet. Ke-4, h.86-89.
[10] Ganna Parydharizal, Konsep Pendidikan M. Natsir “Mendidik Umat Dengan Tauhid”, diambil dari Majalah Sabili, Edisi Khusus 100 tahun Mohammad Natsir, hal. 44

[11] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Al-Ma’arif, 1962), h. 23.