Jumat, 16 Maret 2012

METODE-METODE UNTUK MENINGKATKAN SENSE OF RELIGION PESERTA DIDIK


METODE-METODE UNTUK MENINGKATKAN
SENSE OF RELIGION PESERTA DIDIK


MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur  Mata Kuliah:
Metode Pengembangan Keberagamaan
Dosen: Dr. H. MUHSIN AN. SYADILIE, M. Si



iain syekh nurjati




Disusun Oleh :
FAIJAH  (14116310010)
UMI HANI  (14116310023 )




PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SYEKH NURJATI
 CIREBON
2012

KATA PENGANTAR


      Segala puja dan puji bagi Allah yang Maha Agung dan Maha Sempurna atas semua sifat-Nya.
 Shalawat dan salam kepada Rasulullah, Muhammad SAW, yang telah memberi petunjuk jalan yang benar.
            Syukur alhamdulillah penulis telah menyelesaikan tugas ini dengan judul METODE-METODE UNTUK MENINGKATKAN SENSE OF RELIGION PESERTA DIDIK, untuk memenuhi tugas terstruktur  mata kuliah  Metode Pengembangan Keberagamaan pada program pascasarjana program studi Pendidikan Islam konsentrasi Pendidikan Agama Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
                   Dalam penulisan tugas ini diusahakan semaksimal mungkin kearah kesempurnaan dengan bimbingan bapak dosen, namun demikian kiranya perlu disadari bahwa masih terdapat beberapa kekurangan.
                  Untuk itulah penulis dengan segala rendah hati mohon kiranya ada kritik  dan saran demi perbaikan selanjutnya.
      Akhirnya penulis berharap semoga penulisan tugas ini bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
i
 
                                                                                                                                                                                    P e n u l i s

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR    ………………………………………………………     i
DAFTAR ISI       ………………………………………………………………    ii
BAB I PENDAHULUAN     ……………..…………………………….……..    1
BAB II PEMBAHASAN      ………………………………………………….    4
a.       Metode Hiwar                   ........................………………………….    4
b.      Metode Kisah                   ............………………….………………   6
c.       Metode Keteladanan            .........................……….………………   8
d.      Metode Pembiasaan          ........................……………………….…  10
e.       Metode Ibroh dan Mauidzoh        .....................................................   11
f.       Metode Targhib dan Tarhib (pemberian ganjaran dan hukuman  ....   12

BAB III KESIMPULAN                   ………..………………………………...   13
DAFTAR  PUSTAKA           .…………………………………………………   14


ii
 

 

BAB I
PENDAHULUAN


Al-qur’an sebagai resources of yuridis dalam pendidikan islam banyak mengandung pengajaran bagi umat manusia, sehingga umat manusia tetap berada di sirotul mustaqim. Dalam banyak ayatnya Allah memberikan contoh-contoh metode yang tepat pada pengajaran umat manusia.seperti metode hiwar, kisah, keteladanan, pembiasaan, ibroh dan mauidzoh, dan metode targhib dan tarhib.
Secara etimologi, metode berasal dari kata method yang berarti suatu cara kerja yang sistematis untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan dalam mencapai suatu tujuan[1]. metode juga bisa didefinisikan sebagai sistematika umum bagi pemilihan, penyusunan, serta penyajian materi[2]. metode dalam ahasa arab disebut dengan طَرِيْقَة .dalam menentukan metode hendaknya kita harus memperhatikan agar tidak terjadi benturan antara metode dengan pendekatan yang mendasarinya.
Di sebagian kalangan masyarakat masih terdapat anggapan bahwa untuk menjadi guru tidak perlu mempelajari metode pengajaran, karena kegiatan mengajar bersifat praktis dan alami, siapa pun asalkan mempunyai keberanian berdiri didepan siswa dan mempunyai bekal pengetahuan, dapat mengajar di kelas. Anggapan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena betapapun kecilnya suatu pekerjaan jika dilakukan dengan asal-asalan dan tidak diimbangi dengan strategi dan cara yang baik, maka dipastikan pekerjaan tersebut tidak bisa menghasilkan sesuatu yang maksimal. Terlebih dalam hal pendidikan, dimana yang menjadi subjek pembelajaran adalah individu manusia yang memiliki akal dan hati, maka persiapan yang baik dalam segala hal mutlak diperlukan. Dan pemilihan metode pengajaran yang benar,  tepat serta sesuai dengan materi, akan dapat memaksimalkan hasil-hasil pendidikan itu sendiri.pada tataran inilah diketahui bahwa keberadaan metode pengajaran jauh lebih memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar.
Metode-metode yang ditawarkan oleh Al-qur’an terhadap pembelajaran sudah terbukti kesuksesannya. Yang telah teraplikasikan oleh role model nabi Muhammad SAW. Sebagai uswatun hasanah, nabi Muhammad SAW. Telah berhasil mendidik umatnya dalam kurun waktu tidak lebih dari 3 dasawarsa. Beliau telah mampu membawa umat primordial arab yang “jahiliyah” menjadi khoiru ummah
öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_̍÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã ̍x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Rasul saw. sejak awal sudah mencontohkan dalam mengimplementasikan metode pendidikan yang tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran yang beliau lakukan sangat akurat dalam menyampaikan ajaran Islam. Rasul saw. sangat memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, sehingga nilai-nilai Islami dapat ditransfer dengan baik. Rasulullah saw. juga sangat memahami naluri dan kondisi setiap orang, sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka cita, baik meterial maupun spiritual, beliau senantiasa mengajak orang untuk mendekati Allah swt. dan syari’at-Nya.
Axiologi dari metode pembinaan sense of religion adalah bagaimana menjadikan muslim (orang islam) menjadi pribadi yang tangguh baik secra mental maupun fisik
ôMs9$s% $yJßg1y÷nÎ) ÏMt/r'¯»tƒ çnöÉfø«tGó$# ( žcÎ) uŽöyz Ç`tB |Nöyfø«tGó$# Èqs)ø9$# ßûüÏBF{$# ÇËÏÈ
Artinya:”Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya".

Dari beberapa paradigma diatas, kami merasa perlu untuk membahas tentang metode-metode pembelajaran untuk meningkatkan sense of religion peserta didik, diantaranya adalah metode hiwar, kisah, keteladanan, pembiasaan, ibrroh dan mauidzoh, dan metode targhib wa tarhib.
Peranan Pendidikan Agama menjadi sangat krusial bagi perkembangan jiwa peserta didik, dimana dengan pengalaman keberagamaan seseorang diharapkan  mampu mencapai tujuan manusia diciptakan yaitu menjadi  kholifah fil ardh. Pengalaman keberagamaan sesorang bisa didapatkan dari dua cara yaitu parenial knowledge (Pengalaman keberagamaan seseorang yang diperoleh melalui hal suprarasional misalnya wahyu) dan acquired knowledge (Pengalaman keberagamaan seseorang yang diperoleh melalui kegiatan pembelajaran). Pada tataran acquired knowledge inilah diperlukan metode yang tepat agar peserta didik mampu menyerap rasa keberagamaan yang mendalam untuk menjadi fundamen bagi jiwa nya. Oleh karena itulah kami penulis merasa interest untuk mengkaji Metode-metode pembelajaran untuk meningkatkan sense of religion peserta didik.





















BAB II
METODE-METODE UNTUK MENINGKATKAN
SENSE OF RELIGION PESERTA DIDIK


 Pendidikan Agama merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan, oleh karena itu pelaksanaan pendidikan Agama tidak bisa dilaksanaan begitu saja apa lagi asal-asalan, tetapi harus dilaksanakan dengan terencana dan dengan metode yang tepat agar tujuan-tujuan dari pendidikan bisa tercapai.
Ada sebuah ungkapan “aththariqah ahammu minal maddah”, bahwa metode jauh lebih penting dibanding materi, karena sebaik apapun tujuan pendidikan dan setinggi apapun sebuah materi, jika tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan tersebut sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi dan menentukan sampai tidaknya suatu materi. Oleh sebab itu pemilihan metode pendidikan harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor seperti spiritual, lingkungan, sikologis peserta didik dan lain-lain, sehingga hasil pendidikan dapat memuaskan dan sesuai harapan. Berikut beberapa metode pembelajaran untuk meningkatkan sense of religion peserta didik.

a.    Metode Hiwar
Hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki (dalam hal ini oleh guru)[3]. Dalam percakapan itu bahan pembicaraan tidak dibatasi; dapat digunakan berbagai konsep sains, filsafat, seni, wahyu, dan lain-lain. Kadang-kadang pembicaraan itu sampai pada satu kesimpulan, kadang-kadang tidak ada kesimpulan karena salah satu pihak tidak puas terhadap pendapat pihak lain. Yang mana pun yang ditemukan, hasilnya dari segi pendidikan tidak jauh berbeda, masing-masing mengambil pelajaran untuk menentukan sikap bagi dirinya. Hiwar mempunyai dampak yang dalam bagi pembicara dan juga bagi pendengar pembicaraan itu.
Terdapat berbagai jenis hiwar, seperti:
- hiwar khitabi atau ta’abbudi,
- hiwar washfi,
- hiwar qishashi (percakapan tentang sesuatu melalui kisah),
- hiwar jadali.
Dalam setiap hiwar jalan dialog harus disusun sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan-tujuan itu tidak selalu langsung kepada pembinaan rasa, didikan rasa yang membentuk sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan sikap itu. Hiwar khitabi atau ta’abbudi merupakan dialog yang diambil dari dialog antara Tuhan dan hamba-Nya. Tuhan memanggil hamba-Nya dengan mengatakan,”wahai, orang-orang yang berfirman ,” dan hamba-Nya menjawab dalam qalbunya dengan mengatakan,” kusambut panggilan Engkau, ya Rabbi.” Dialog antara Tuhan dan hamba-nya ini menjadi petunjuk bahwa pengajaran seperti itu dapat kita gunakan; dengan kata lain, metode dialog merupakan metode pengajaran yang pernah digunakan Tuhan dalam mengajari hamba-nya. Logikanya, kita pun dapat menggunakan dialog dalam pengajaran.
Melalui hiwar ta’abbudi atau khithobi, Al-qur’an menanamkan hal-hal penting sebagai berikut :
Ø  Agar tanggap terhadap persoalan yang diajukan Al-qur’an, merenungkannya, menghadirkan jawaban sekurang-kurangnya di dalam kalbu.
Ø  Menghayati makna kandungan Al-qur’an
Ø  Mengarahkan tingkah laku agar sesuai dengan petunjuk Al-qur’an
Ø  Menanamkan rasa bangga karena dipanggil oleh Tuhan, “hai, orang-orang yang beriman....”[4]
Adapun hiwar washfi ialah dialog antara Tuhan dengan malaikat atau dengan mahluk gaib lainnya. Dalam surat al-Shaffat ayat 20-23 ada dialog antara Tuhan dengan penghuni neraka: Dan mereka berkata: "Aduhai celakalah kita!" Inilah hari pembalasan. (37:19) Inilah hari keputusan yang kamu selalu mendustakannya. (37:20) (kepada malaikat diperintahkan): "Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah, (37:22) selain Allah; maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. (37:23). Di sini Allah berdialog dengan malaikat. Topik pembicaraannya tentang orang-orang dzalim. Dalam surat al-Shaffat ayat 27-28: Sebahagian dari mereka menghadap kepada sebahagian yang lain berbantah-bantahan. (37:27) Pengikut-pengikut mereka berkata (kepada pemimpin-pemimpin mereka): "Sesungguhnya kamulah yang datang kepada kami dari kanan". (37:28) .
Hiwar washfi menyajikan kepada kita gambaran yang hidup tentang kondisi psikis ahli neraka dan ahli surga. Dengan imajinasi dan deskripsi yang rinci, hiwar washfi memperlancar berlangsungnya pendidikan perasaan keTuhanan. Gambaran tentang penyesalan ahli neraka itu seoalah-olah dirasakan oleh pembaca atau pendengar dialog itu: pendengar itu seolah terlibat dalam dialog itu, lantas ada pemihakan. Kemudian ada pertanyaan,” dipihak mana aku?” Hiwar washfi seolah-olah juga mengingatkan pendengar dialog itu,” jangan kalian terjerumus seperti mereka itu.”Dialog juga terjadi antara ahli surga, seperti dialog yang terdapat dalam surat al-Saffat ayat 50-57.
Hiwar qishashi terdapat dalam al-Quran, baik bentuk maupun rangkaian ceritanya sangat jelas, merupakan bagian dari uslub kisah dalam al-Quran. Kalaupun disana terdapat kisah yang keseluruhanya merupakan dialog langsung, yang sekarang disebut sandiwara, hiwar ini tidak dimaksudkan sebagai sandiwara. Sebagai contoh ialah kisah syu’aib dan kaumnya dalam surat Hud. Sepuluh ayat pertama dari surat ini merupakan hiwar (dialog), kemudian Allah mengakhiri kisah ini dengan dua ayat yang menerangkan akibat yang diterima oleh kaum nabi syu’aib. Hiwar seperti ini banyak terdapat dalm al-Quran. Hiwar ini dapat mempunyai pengaruh kejiwaan pada pendengarannya. Dengan hiwar ini para pelajar yang diajak berdialog diharapkan memihak kepada pihak yang benar dan membenci pihak yang salah. Hiwar jadali bertujuan untuk memantapkan hujjah (alasan). Contohnya antara lain dalam surat al-Najm ayat 1-5: Demi bintang ketika terbenam, kawan kalian (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu adalah wahyu yang diberikan kepadanya yang diajarkan oleh jibril yang perkasa.

b.   Metode Kisah
Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja[5]. Oleh karena itu, Islam sebagai agama yang berpedoman pada Alquran dan Hadis menepis image adanya kisah bohong, karena Islam selalu bersumber dari dua sumber yang dapat dipercaya, sehingga cerita yang disodorkan terjamin kesahehan dan keabsahannya. Dalam mengaplikasikan metode ini pada proses belajar mengajar (PBM), metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan yang mashur dan terbaik, sebab kisah itu mampu menyentuh jiwa jika didasari oleh ketulusan hati yang mendalam. Dalam surat Yusuf ayat 3 disebutkan: “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Alquran ini kepadamu. Dan sesungguhnya kamu sebelum (aku mewahyukan) adalah termasuk orang-orang yang lalai.”  Kandungan ayat ini mencerminkan bahwa cerita yang ada dalam al-Qur’an merupakan cerita-cerita pilihan yang mengandung nilai paedagogis. Metode kisah/cerita dalam Pendidikan Islam menggunakan paradigma al-Qur’an dan Hadis Nabi Saw., sehingga dikenal istilah “kisah Qur’ani dan kisah Nabawi.” Kedua sumber tersebut memiliki substansi cerita yang valid tanpa diragukan lagi kebenarannya.
Dalam metode kisah/cerita, setiap pendidik hendaknya memperhatikan benar alur cerita yang disampaikan, menyelaraskan tema materi dengan cerita atau tema cerita dengan materi, anak didik harus lebih berkonsentrasi terhadap cerita yang disampaikan guru, sehingga menimbulkan sugesti untuk mengikuti alur cerita itu sampai selesai.
Dalam pendidikan agama islam, kisah sebagai metode pendidikan amat penting. Dikatakan amat penting, alasannya antara lain sebagai berikut:
1-      Kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya. Selanjutnya, makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendengar tersebut.
2-      Kisah Qur’ani dan nabawi dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh. Karena tokoh cerita ditampilkan dalam konteks yang menyeluruh, pembaca atau pendengar dapat ikut menghayati atau merasakan isi kisah itu, seolah-olah ia sendiri yang menjadi tokohnya. Kisah itu, sekalipun menyeluruh, terasa wajar, tidak menjijikan pendengar atau pembaca. Bacalah kisah Yusuf, misalnya. Inilah salah satu keistimewaan kisah Qur’ani, tidak sama dengan kisah-kisah yang ditulis orang sekarang yang isinya banyak ikut mengotori hati pembaca.
3-      Kisah Qur’ani mendidik perasaan keimanan dengan cara: -membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf , rida, dan cinta; -mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak, yaitu kesimpulan kisah; -melibatkan pembaca atau pendengar kedalam kidsak itu sehingga ia terlibat secara emosional. Kisah Qur’ani bukanlah semata-mata karya seni yang indah; ia juga suatu cara Tuhan mendidik umat agar beriman kepadanya[6].

c.         Metode Keteladanan
Kita mungkin saja dapat menyusun sistem pendidikan yang lengkap, tetapi semua itu masih memerlukan realisasi, dan realisasi itu dilaksanakan oleh pendidik. Pelaksanaan realisasi itu memerlukan seperangkat metode; metode itu merupakan pedoman untuk bertindak dalam merealisasikan tujuan pendidikan. Peserta didik cenderung meneladani pendidikannya; ini diakui oleh semua ahli pendidikan, baik dari barat maupun dari timur. Dasarnya ialah karena secara psikologis anak memang senang meniru; tidak saja yang baik, yang jelekpun ditirunya. Sifat peserta didik itu diakui dalam islam. Umat meneladani nabi; nabi meneladani al-Quran. Aisyah pernah berkata bahwa akhlak Rasul Allah itu adalah al-Quran. Pribadi rasul itu adalah interpretasi al-Quran secara nyata. Tidak hanya cara beribadah, caranya berkehidupan sehari-hari pun kebanyakan merupakan contoh tentang cara kehidupan islami.
Contoh-contoh dari rasul itu kadang-kadang amat asing bagi manusia ketika itu. Contohnya, Allah menyuruh Rasul-nya menikahi bekas istri Zaid; Zaid itu anak angkat rasul. Ini ganjil bagi orang arab ketika itu. Dengan itu Allah memberikan teladan secara praktis yang berisi ajaran bahwa anak angkat bukanlah anak kandung; bekas istri anak angkat boleh dinikahi. Banyak contoh yang diberikan oleh nabi yang menjelaskan bahwa orang (dalam hal ini terutama guru) jangan hanya berbicara, tetapi juga harus memberikan contoh secara langsung. Dalam peperangan, nabi tidak hanya memegang komando; dia juga ikut berperang, menggali parit perlindungan. Dia juga menjahit sepatunya, pergi berbelanja ke pasar, dan lain-lain.
Hal senada disampaikan oleh Khalid bin Hamid al-Khazimi bahwa pentingnya teladan itu disebabkan karena beberapa hal: 1.)Manusia itu saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain, dalam perkataan,perbuatan, orentasinya, pemikirannya, tradisinya dan segala sikap prilaku yang lainnya. 2) Menyaksikan sendiri suatu sikap atau prilaku dalam pendidikan lebih dapat diterima dari pada melalui susunan kata-kata, dengan kata lain bahasa sikap lebih dapat diterima dari pada bahasa lisan. 3)Manusia itu pada hakekatnya membutuhkan kepada sosok yang mampu meluruskan pengetahuan atau anggapan-anggapan atau konsep-konsep yang salah yang ada pada dirinya 4) Adanya pahala pada teladan yang baik dan adanya dosa pada teladan yang jelek, karena adanya pahala itu mempertegas terhadap pentingnya teladan. Sabda Nabi Saw :
مَنْ سَنَّ فِي الإسْلامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ فِي الإسْلامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا.
Artinya: “Barang siapa yang menetapkan suatu kebaikan dalam islam maka baginya adalah pahala dan pahala orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun dan barang siapa yang menetapkan kejelekan dalam islam maka dia harus menanggung dosa itu dan dosa orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka”. (HR Muslim )

Bila dicermati historis pendidikan di zaman Rasulullah Saw. Dapat dipahami bahwa salah satu faktor terpenting yang membawa beliau kepada keberhasilan adalah keteladanan (uswah). Rasulullah ternyata banyak memberikan keteladanan dalam mendidik para sahabatnya. Oleh karena itu, pada bab ini akan dikemukakan hal-hal yang terkait dengan keteladanan dalam hubungannya dengan pendidikan Islam. “Dan sesungguhnya pada diri Rasulullah itu ada tauladan yang baik bagi orang yang mengharapkan (bertemu dengan) Allah dan hari kemudian dan yang mengingat Allah sebanyak-banyaknya”. (QS. Al-Ahzab: 21).
Beliau selalu terlebih dahulu mempraktekkan semua ajaran yang disampaikan Allah sebelum menyampaikannya kepada umat, sehingga tidak ada celah bagi orang-orang yang tidak senang untuk membantah dan menuduh bahwa Rasulullah Saw. hanya pandai bicara dan tidak pandai mengamalkan Metode keteladanan sebagai suatu metode digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Keteladanan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pendidikan ibadah, akhlak, kesenian dll.Untuk menciptakan anak yang saleh, pendidik tidak cukup hanya memberikan prinsip saja, karena yang lebih penting bagi siswa adalah figur yang memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut. Dalam hal ini Allah mengingatkan dalam Surat al-Baqarah ayat 44:
 tbrâßDù's?r& }¨$¨Y9$# ÎhŽÉ9ø9$$Î/ tböq|¡Ys?ur öNä3|¡àÿRr& öNçFRr&ur tbqè=÷Gs? |=»tGÅ3ø9$# 4 Ÿxsùr& tbqè=É)÷ès? ÇÍÍÈ
Artinya: “Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebaikan sedang kamu melupakan dirimu sendiri, dan kamu membaca kitab, tidaklah kamu pikirkan?” (QS. Al Baqarah: 44).

Dari uraian diatas ada beberapa konsep yang dapat diambil dari sana:
a)              Metode pendidikan islam berpusat pada keteladanan. Yang memberikan teladan adalah guru, kepala sekolah, dan semua aparat sekolah. Dalam pendidikan masyarakat, teladan itu adalah para pemimpin masyarakat, para da’i. Konsep ini diajarkan oleh Rasul saw. Seperti diuraikan di atas.
b)             Teladan untuk guru-guru (dan lain-lain) ialah Rasulullah. Guru tidak boleh mengambil tokoh yang diteladani selain Rasul Allah saw. Sebab, Rasul itulah teladan yang terbaik. Rasul meneladankan bagaimana kehidupan yang dikehendaki Tuhan karena Rasul itu adalah penafsiran ajaran Tuhan.

d.        Metode Pembiasaan
Dalam kaitannya dengan metode pengajaran dalam pendidikan Islam, dapat dikatakan bahwa pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam. Pembiasaan dinilai sangat efektif jika dipenerapannya dilakukan terhadap peserta didik yang berusia kecil. Karena memiliki “rekaman” ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang, sehingga mereka mudah terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari. Salah satu contoh adalah pendidikan sholat, agar anak terbiasa melakukan sholat sedini mungkin maka orang tua dianjurkan untuk menyuruh anaknya melakukan sholat sebelum masa balighnya. Dalam hal ini Nabi Saw bersabda :

مرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ اَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوْهُمْ وَهُمْ اَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ وَفَرِّقُوْا فِي الْمَضَاجِعِ (رواه أبو داود(

Artinya:“Suruhlah anak-anakmu untuk mengerjakan salat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah bila ia membangkang (meninggalkan salat) jika mereka telah berusia 10 tahun serta pisahkan tempat tidurnya.” (HR. Abu Daud).

Oleh karena itu, sebagai awal dalam proses pendidikan, pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa anak. Nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya ini kemudian akan termanifestasikan dalam kehidupannya semenjak ia mulai melangkah keusia remaja dan dewasa.

e.         Metode Ibroh dan Mauidzoh
Ibrah ialah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi, dengan menggunakan nalar, yang menyebabkan hati mengakuinya. Adapun mau’idzah ialah nasihat yang lembut yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya[7]. Penggunaan ’ibrah dalam al-Quran dan sunah ternyata bebeda-beda sesuai dengan objek ’ibrah itu sendiri.
Pengambilan ’ibrah dari kisah hanya akan dapat dicapai oleh orang yang berfikir dengan akal dan hatinya seperti firman Allah dalam Surat Yusuf ayat 111: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (12:111)
Esensi ’ibrah dalam kisah ini ialah bahwa Allah berkuasa menyelamatkan Yusuf setelah dilemparkan kedalam sumur yang gelap, meninggikan kedudukanya setelah dijeblosannya ke dalam penjara dengan cara menjadikannya raja Mesir setelah dijual sebagai hamba (budak). Kisah ini menjelaskan kekuasaan Tuhan. Allah mengatakan bahwa ’ibrah (pelajaran) dari kisah ini hanya dapat dipahami oleh orang yang disebut ulul al-bab, yaitu orang yang berfikir dan berzikir.
Pendidikan islam memberikan perhatian khusus kepada metode ’ibrah agar pelajar dapat mengambilnya dari kisah-kisah dalam al-Quran, sebab kisah-kisah itu bukan sekedar sejarah, melainkan sengaja diceritakan Tuhan karena ada pelajaran (’ibrah) yang penting didalamnya pendidik dalam pendidikan Islam harus memanfaatkan metode ini.  Mau’izah berarti tadzkir (peringatan). Yang memberi nasihat hendaknya berulang kali mengingatkan agar nasihat itu meninggalkan kesan sehingga orang yang dinasihati tegerak untuk mengikuti nasihat itu.

f.         Metode Targhib dan Tarhib (pemberian ganjaran dan hukuman)
Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan. Tarhib ialah ancaman kerena dosa yang dilakukan[8]. Keduanya bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah. Akan tetapi, tekanannya ialah targhib agar melakukan kebaikan, sedangkan tarhib agar menjauhi kejahatan. Metode ini didasarkan atas fitrah (sifat kejiwaan) manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan, keselamatan, dan tidak menginginkan kepedihan, kesengsaraan.
Metode-metode di atas merupakan metode yang seringkali digunakan al-Qur’an dalam menyampaikan risalahnya dan dapat digunakan sebagai contoh maupun ibrah untuk para pendidik kepada peserta didiknya. Tentu saja dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang bersangkutan. Seiring dengan itu, seorang pendidik/guru dituntut agar cermat memilih dan menetapkan metode apa yang tepat digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik.

BAB III
KESIMPULAN


              Metode merupakan sesuatu yang essensial dalam perangkat pembelajaran, diharapkan dengan penggunaan metode yang tepat dapat mencapai tujuan pendidikan yang diidamkan baik yang diamanatkan Al-Qur’an maupun dalam skup berbangsa dan bernegara amanat UUD 1945, yaitu mewujudkan insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
              Metode yang diajarkan Allah melalui Al-Qur’an kepada manusia, beragam seperti metode hiwar, kisah,keteladanan, pembiasaan,ibrroh dan mauidzoh, dan metode targhib wa tarhib.Penggunaan metode disesuaikan situasi dan kondisi yang ada. Pemilihan metode yang tepat diharapkan mampu menjawab tantangan masalah manusia yang semakin kompleks.
Metode-metode di atas merupakan metode yang seringkali digunakan al-Qur’an dalam menyampaikan risalahnya dan dapat digunakan sebagai contoh maupun ibrah untuk para pendidik kepada peserta didiknya. Tentu saja dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang bersangkutan. Seiring dengan itu, seorang pendidik/guru dituntut agar cermat memilih dan menetapkan metode apa yang tepat digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik.














DAFTAR PUSTAKA


Dhofier, Zamakhsari, 1982, Tradisi Pesantren, Jakarta, LP3S

Hamid, Abdul dkk, 2008, Pembelajaran  Bahasa  Arab Pendekatan, Metode, Strategi, Materi, dan Media, Malang, UIN Malang Press

Langgulung, Hasan, 1987, Azas-azas Pendidikan Islam. Jakarta: Al-Husna

Muchsin, Bashori dan Abdul Wahid, 2009, Pendidikan Islam Kontemporer, Bandung, PT Rafika Aditama

Muslihudin, 2007, Pendekatan Kontekstual; analisis dialog Khidir–Musa Untuk pembelajaran PAI Yang komunikatif. Lektur vol.13

Nasih, Ahmad M dan Lilik Nur Kholidah, 2009, Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Bandung, PT Rafika Aditama

Tafsir, Ahmad,1995, Epistimologi untuk Ilmu Pendidikan Islam, IAIN SGD Bandung

Tafsir, Ahmad, 2004, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung, PT Remaja Rosdakarya









[1] Ahmad Munjin Nasih dan Lilik Nur Kholidah,Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,Bandung:PT Rafika Aditama, Mei 2009, hal.29  
[2] H.M Abdul Hamid dkk, Pembelajaran  Bahasa  Arab Pendekatan, Metode, Strategi, Materi, dan Media, Malang: UIN Malang Press, juli 2008, hal.3
[3] Ahmad tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif  Islam,Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Februari 2004, hal.136
[4] Ibid, hal.138
[6]Ahmad  Tafsir, Ilmu Pendidikan , hal.140-141
[7] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan, hal. 145
[8] Ibid. Hal 146