COOPERATIVE
LEARNING SUATU MODEL
PEMBELAJARAN ALTERNATIF UNTUK MENGIMPLEMENTASIKAN
GENERASI
MUSLIM QOWIYYUN AMIIN
MAKALAH
Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
Model-Model Pembelajaran
Dosen: DR. A. R. IDHAMKHOLID, S.Ag. M.Ag
Disusun Oleh :
FAIJAH
NIM.
14116310010
KONSENTRASI. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SYEKH NURJATI
CIREBON
2011
KATA PENGANTAR
Segala
puja dan puji bagi Allah yang Maha Agung dan Maha Sempurna atas semua
sifat-Nya.
Shalawat dan salam kepada Rasulullah, Muhammad
SAW, yang telah memberi petunjuk jalan yang benar.
Syukur alhamdulillah penulis telah
menyelesaikan tugas ini dengan judul COOPERATIVE LEARNING SUATU MODEL
PEMBELAJARAN ALTERNATIF UNTUK MENGIMPLEMENTASIKAN GENERASI MUSLIM QOWIYYUN
AMIIN untuk memenuhi tugas mata kuliah Model-Model
Pembelajaran pada program studi
Pendidikan Islam konsentrasi Pendidikan Agama Islam Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Dalam penulisan tugas ini diusahakan
semaksimal mungkin kearah kesempurnaan dengan bimbingan bapak dosen, namun
demikian kiranya perlu disadari bahwa masih terdapat beberapa kekurangan.
Untuk itulah
penulis dengan segala rendah hati mohon kiranya ada kritik dan saran demi perbaikan selanjutnya.
Akhirnya
penulis berharap semoga penulisan tugas ini bermanfaat bagi para pembaca pada
umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
P e n u l i s
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan,
khususnya madrasah, harus memiliki sistem pembelajaran yang menekankan pada
proses dinamis yang didasarkan pada upaya meningkatkan keingintahuan (curiosity)
siswa tentang dunia. Pendidikan harus mendesain pembelajarannya yang responsif
dan berpusat pada siswa agar minat dan aktivitas sosial mereka terus meningkat.
Model
pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran
dikelas maupun tutorial. Model pembelajaran harus mengacu pada pendekatan yang
akan digunakan, termasuk tujuan-tujuan pembelajaran, lingkungan dan
pengelolahan kelas. Melalui pembelajaran guru dapat membantu peserta didik
mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir dan mengekpresikan ide.
Juga berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran.
Dalam dunia
pendidikan pembelajaran kooperatif telah memiliki sejarah yang panjang sejak
zaman dahulu kala, para guru telah mendorong siswa-siswa mereka untuk bekerja
sama dalam tugas-tugas kelompok tertentu dalam diskusi, debat, atau pelajaaran
tambahan. Menurut beberapa ahli bahwa cooperative learning tidak hanya unggul
dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, akan tetapi sangat berguna
untuk menumbuhkan berfikir kritis.
Jadi,
cooperative learning adalah konsep yang lebih luas yang meliputi semua jenis
kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau
diarahkan oleh guru.
Model
pembelajaran Cooperative learning ini relevan untuk Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam dimana Pendidikan Islam mempunyai
Ruh untuk mengasah kemampuan siswa untuk hidup dan berkembang
bersama dan mengesampingkan kompetitif individualistik.
Menurut Ali Ashraf dalam Jamali Sahrodi (2009)
Pendidikan
Islam adalah pendidikan yang melatih sensibilitas murid-murid sedemikian
rupa, sehingga dalam perilaku mereka terhadap kehidupan, langkah-langkah dan
keputusan, begitu pula pendekatan mereka terhadap semua ilmu pengetahuan,
diatur oleh nilai-nilai etika Islam yang sangat dalam dirasakan.[1] Penggunaan
model pembelajaran Cooperative learning merupakan salah satu alternatif guru mengimplementasikan nilai-nilai
pengajaran yang diamanatkan dalam Al Qur’an surat
al-Qhashas ayat 26:
ôMs9$s% $yJßg1y÷nÎ) ÏMt/r'¯»t çnöÉfø«tGó$# ( cÎ) uöyz Ç`tB |Nöyfø«tGó$# Èqs)ø9$# ßûüÏBF{$#
Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita
itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada
kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja
(pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya".
Dengan
Cooperative learning diharapkan guru mampu mengelaborasi heterogenitas
kemampuan siswa, untuk mencapai generasi Muslim yang kompetitif dan kuat secara
fisik serta care juga terasah
keamanahannya. Atas dasar asumsi diatas maka penulis interest untuk mengkaji
lebih jauh tentang apa dan bagaimana cooperative learning tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ruang
Lingkup Pembelajaran Kooperatif
1.
Landasan Pemikiran
Roger dalam Miftahul Huda (2011) menyatakan
cooperative learning is group learning activity organized in such a way that
learning is based on the socially structured change of information betwaeen
learning in group in which each learner is held accountable for his or her own
learning and is motivated to increase the learning of other (Pembelajaran
kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu
prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara
sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap
pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk
meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain).[2]
Cooperative learning adalah strategi
pembelajaran yang cukup berhasil pada kelompok-kelompok kecil, dimana pada
tiap-tiap kelompok tersebut terdiri dari siswa-siswa dari berbagai tingkat
kemampuan, melakukan berbagai tingkat kegiatan belajar untuk meningkatkan
pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap
anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar apa yang diajarkan
tetapi teapi juga untuk membantu rekan-rekan belajar, sehingga bersama-sama
mencapai keberhasilan. Semua siswa berusaha sampai semua anggota kelompok
berhasil memahami dan melengkapinya.
2.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Selain meningkatkan keterampilan kognitif dan
afektif siswa, pembelajaran kooperatif
juga memberikan manfaat-manfaat besar lainnya seperti berikut ini:
a)
Meningkatkan aktifitas belajar siswa dan prestasi
akademiknya (siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif
akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi)
b)
Siswa yang berprestasi dalam pembelajaran
kooperatif akan memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang
lebih besar untuk belajar.
c)
Meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap
teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang
berbeda-beda.
Memperoleh
kemahiran dalam menjalankan pembelajaran kooperatif di kelas membutuhkan waktu
lama. Kemahiran tercermin dalam penampilan seseorang, kecakapan, kompetensi,
dan keterampilan dalam menyusun upaya-upaya kooperatif.
3.
Unsur Penting dan prinsip Utama Pembelajaran Kooperatif
Sebuah pendekatan konseptual
memerlukan guru yang harus terlibat dalam proses yang sama melalui mempelajari
konseptualisasi komponen mendasar dari pembelajaran kooperatif dan menerapkan
model konseptual tersebut untuk situasi pengajaran, lingkungan siswa, dan
kebutuhan pengajaran mereka yang unik. Tiap-tiap guru harus mengadaptasi dan
memperbaiki pembelajaran kooperatif agar cocok dengan situasi dan perangkat
pembelajaran yang tersedia. Tiap-tiap kelas mungkin memerlukan adaptasi
berbeda untuk memaksimalkan kefektifan pembelajaran kooperatif.
Setelah
memahami unsur mendasarnya guru berkesempatan berfikir secara metakognitif
tentang pembelajaran kooperatif dan memperoleh sasaran dari mengembangkan
keahlian untuk:
a)
Melaksanakan materi ajar dan menyusunnya secara kooperatif.
b)
Membiasakan dan memanfaatkan kegunaan
pembelajaran kooperatif sampai mereka menggunakannya secara rutin/integral dan
menjalankan pembelajaran kooperatif
setidaknya sebanyak 60% dari waktu mereka di kelas.
c)
Menjelaskan secara tepat apa yang mereka
lakukan dan mengapa mereka melakukannya.
d)
Menerapkan prinsip-prinsip kerjasama kepada
bidang lainnya, seperti hubungan sesama kolega dan pertemuan staf pengajar.[3]
4.
Implikasi
Model Pembelajaran Kooperatif
Semua anggota kelompok berusaha untuk saling
menguntungkan sehingga semua anggota kelompok bisa :
a)
Merasakan keuntungan dari setiap usaha teman
lainnya. (Kesuksesan Anda Bermanfaat Bagi Saya Dan Keberhasilan Saya
Bermanfaat Untuk Anda)
b)
Menyadari bahwa semua anggota kelompok
mempunyai nasib yang sama. (Tenggelam Atau Mengapung Kita Bersama)
c)
Tahu bahwa prestasi seseorang ditentukan oleh
orang lain dalam satu kelompok. (Kami Tidak Dapat Melakukannya Tanpa Anda)
d)
Merasa bangga dan merayakan bersama ketika
salah satu anggota kelompok mendapat keberhasilan. (Kami Semua Merasa Sukses
Atas Kesuksesan Anda)
5.
Langkah-langkah
Model Pembelajaran Kooperatif
Jika
seorang guru ingin melaksanakan model pembelajaran kooperatif di dalam kelasnya
atau mata pelajaran yang diampunya, maka guru harus memperhatikan dan
merencanakan dengan matang agar pada pembelajarannya tersebut terdapat empat
tahapan keterampilan kooperatif, yang akan dikuasi siswa.
Keempat tahapan keterampilan kooperatif itu adalah sebagai berikut:
a. Forming
(pembentukan), yaitu suatu keterampilan kooperatif yang
dibutuhkan untuk membentuk kelompok yang solid dan membentuk sikap yang sesuai
dengan norma.
b. Functioning
(pengaturan), yaitu suatu keterampilan kooperatif yang
dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan
membina hubungan kerja sama di antara anggota kelompok.
c. Formating
(perumusan), yaitu suatu keterampilan kooperatif yang
dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan
yang sedang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih
tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.
d. Fermenting
(penyerapan), yaitu suatu keterampilan koperatif yang
dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, memunculkan
konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan
pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.
B. BEBERAPA
VARIASI DALAM MODEL COOPERATIVE LEARNING
Dalam
model pembelajaran kooperatif sangat penting untuk memfasilitasi siswa untuk
dapat belajar dan bekerjasama dalam kelompok. Ada beberapa strategi bagaimana
membuat dan menjalankan skenario pembelajaran secara kelompok. Berikut ini
beberapa di antaranya.
1.
STAD (Student Teams Achievement Divisons)
Secara
umum, STAD dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a)
Membentuk kelompok yang beranggotakan 4 orang
secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, atau suku),
b)
Guru menyajikan pelajaran,
c)
Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk
dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggota kelompok yang sudah memahami
materi, diharapkan menjelaskan apa yang sudah dimengertinya kepada anggota
kelompok yang lain sampai setiap anggota kelompok tersebut memahami materi yang
dimaksud,
d)
Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh
siswa. Pada saat mengerjakan kuis/pertanyaan, siswa harus bekerja sendiri,
e)
Memberi evaluasi,
f)
Kesimpulan.
2.
Tim Ahli (Jigsaw)
Jigsaw dapat
digunakan untuk mengembangkan konsep, menguasai materi, serta untuk diskusi dan
tugas kelompok.
Langkah-langkahnya
adalah sbb:
a)
Siswa dikelompokkan ke tim.
b)
Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang
berbeda
c)
Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang
ditugaskan
d)
Anggota dari tim yang berbeda yang telah
mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok
ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka.
e)
Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap
anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka
tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan
sungguh-sungguh
f)
Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
g)
Dilakukan tes untuk mengetahui apakah siswa
telah memahami materi yang didiskusikan.
h)
Guru memberi evaluasi dan kesimpulan
Strategi yang
disampaikan ini masih sangat umum dan dapat dimodifikasi serta disesuaikan
dengan situasi dan kondisi kelas.
3.
Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Menurut
Killen dalam Aunurrahman (1998) memaparkan beberapa ciri essensial investigasi kelompok
sebagai pendekatan pembelajaran adalah: Para siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil dan memilki independensi terhadap guru
a)
Kegiatan-kegiatan
siswa terfgokus pada upaya menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan
b)
Kegiatan
belajar siswa akan selalu mempersaratkan mereka untuk mengumpulkan
sejumlah data, menganalisisnya dan mencapai beberapa kesimpulan
c)
Siswa akan
menggunakan pendekatan yang beragam di dalam belajar
d)
Hasil-hasil
dari penelitian siswa dipertukarkan di antara seluruh siswa.[4]
Dalam pembelajaran kooperatif
tipe investigasi kelompok guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok
dengan anggota 5 atau 6 siswa heterogen dengan mempertimbangkan keakraban dan
minat yang sama dalam topik tertentu. Siswa memilih sendiri topik yang akan
dipelajari, dan kelompok merumuskan penyelidikan dan menyepakati pembagian
kerja untuk menangani konsep-konsep penyelidikan yang telah dirumuskan. Dalam
diskusi kelas ini diutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran para siswa.
4.
Think-Pair-Share (TPS)
Strategi ini berguna untuk mendengarkan satu
sama lain serta memiliki kesempatan waktu yang lebih banyak. Setelah berdiskusi
secara berpasangan, siswa diharapkan akan dapat belajar berbicara dan
mendengarkan orang lain.
Urutan strategi pembelajaran kelompok think-pair-share
ini:
a)
Siswa mendengarkan sementara guru memberikan
pertanyaan atau tugas.
b)
Siswa diberi waktu untuk memikirkan
jawaban/respon secara individu.
c)
Siswa berpasangan dengan salah satu temannya
dan membicarakan tanggapan mereka.
d)
Siswa kemudian diundang untuk berbagi tanggapan
dengan seluruh kelompok/pasangan lain.
Kelemahan
cara ini adalah dengan kelompok yang hanya terdiri dari dua orang, siswa kurang
mendapat sudut pandang pendapat yang beragam.
5.
Numbered Heads Together (NHT)
Strategi
ini berguna untuk memeriksa pemahaman, untuk meninjau, sebagai obat penawar
untuk seluruh kelas menjawab pertanyaan-format.
Langkah:
Langkah:
Siswa
membentuk sebuah tim dari 3-5 siswa dan diberi nomor untuk tiap siswa. Kelompok
merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku,
jenis kelamin dan kemampuan belajar
a)
Guru mengajukan pertanyaan langsung atau
melalui LKS.
b)
Siswa mendiskusikan jawaban bersama-sama dan
memastikan semua anggota tahu jawabannya. Jika perlu, ada anggota yang
berfungsi mengecek jawaban dari masing-masing anggota.
c)
Guru memanggil siswa dengan menyebut nomor
secara acak dan siswa dengan nomor tersebut mengangkat tangan dan memberikan
jawaban untuk disampaikan ke seluruh siswa di kelas.
d)
Pada akhir sesi, guru bersama siswa
menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi
yang disampaikan.
Ada beberapa
manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil
belajar rendah antara lain adalah :
·
Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
·
Memperbaiki kehadiran
·
Penerimaan terhadap individu menjadi lebih
besar
·
Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
·
Konflik antara pribadi berkurang
·
Pemahaman yang lebih mendalam
·
Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan
toleransi
·
Hasil belajar lebih tinggi
6.
Teams Games Tournament (TGT)
Ada lima komponen utama
dalam TGT, yaitu:
a)
Penyajian
kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan
materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung
atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini
, siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang diberikan
guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok
dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
b)
Kelompok
(team)
Kelompok biasanya terdiri atas empat sampai
dengan lima orang siswa. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi
bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok
agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
c)
Game
Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang
dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan
belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana
bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang
sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan
mendapatkan skor.
d)
Turnamen
Untuk memulai turnamen masing-masing peserta
mengambil nomor undian. Siswa yang mendapatkan nomor terbesar sebagai reader
1, terbesar kedua sebagai chalennger 1, terbesar ketiga sebagai chalenger
2, terbesar keempat sebagai chalenger 3. Dan kalau jumlah
peserta dalam kelompok itu lima orang maka yang mendapatkan nomor terendah
sebagai reader2. Reader 1 tugasnya membaca soal dan menjawab soal pada
kesempatan yang pertama. Chalenger 1 tugasnya menjawab soal yang dibacakan oleh
reader1 apabila menurut chalenger 1 jawaban reader 1 salah. Chalenger 2
tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 tadi apabila jawaban
reader 1 dan chalenger 1 menurut chalenger 2 salah. Chalenger 3 tugasnya adalah
menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 apabila jawaban reader1, chalenger
1, chalenger 2 menurut chalenger 3 salah. Reader 2 tugasnya adalah membacakan
kunci jawaban . Permainan dilanjutkan pada soal nomor dua. Posisi peserta
berubah searah jarum jam. Yang tadi menjadi chalenger 1 sekarang menjadi
reader1, chalenger 2 menjadi chalenger 1, chalenger3 menjadi chalenger 2,
reader 2 menjadi chalenger 3 dan reader 1 menjadi reader2. Hal itu terus
dilakukan sebanyak jumlah soal yang disediakan guru.
e)
Penghargaan
kelompok (team recognise)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang
menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata
skor memenuhi kriteria yang ditentukan.
C. KENDALA UTAMA PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Pembelajaran kooperatif dalam rangka pendidikan dan pengajaran ialah
kelompok dari kumpulan beberapa individu yang bersifat paedagogis yang
didalamnya terdapat adanya hubungan timbal balik antar individu serta sikap
saling percaya.
Namun dalam pembelajaran kooperatif
ini terdapat beberapa kendala yang dihadapi, yakni:
1) Pembelajaran kooperatif memerlukan persiapan yang agak rumit apabila
dibandingkan dengan metode lain.
2) Apabila terjadi persaingan
negatif, hasil pekerjaan akan lebih memburuk.
3) Siswa yang malas memiliki
kesempatan untuk tetap pasif dalam kelompoknya dan memungkinkan akan
mempengaruhi kelompoknya, sehingga usaha kelompok tersebut akan gagal.[5]
4) Timbulnya Free Rider (Pengendara
bebas) Yang dimaksud Free Rider disini ialah beberapa siswa yang tidak
bertanggungjawab secara personal pada tugas kelompoknya mereka mengekor saja
apa yang dilakukan oleh teman-teman satu kelompoknya yang lain.
5) Terjadinya Diffusion of Responsibility
(Penyebaran tanggungjawab) ini adalah suatu kondisi di mana beberapa
anggota yang dipresepsikan tidak mampu cenderung diabaikan oleh anggota-anggota
lain yang lebih mampu.
6) Learning a part of task specialization dalam beberapa metode
tertentu seperti jigsaw misalnya setiap
kelompok ditugaskan untuk mempelajari materi yang berbeda-beda antar satu
dengan yang lainnya. Pembagian semacam ini seringkali membuat siswa hanya terfokus pada bagian
materi yang menjadi tanggungjawabnya saja sementara materi yang dikerjakan oleh
kelompok lain diabaikan padahal antar satu materi dengan lainnya saling
terkait.
D. COOPERATIVE LEARNING SUATU
MODEL PEMBELAJARAN ALTERNATIF UNTUK MENGIMPLEMENTASIKAN GENERASI MUSLIM QOWIYYUN
AMIIN
Cooperative
learning merupakan suatu model pembelajaran yang berusaha mengimplementasikan
empat ranah domain kemampuan peserta didik yaitu :
-
Learning
to know - Learning to do
-
Learning
to be -
Learning to life together
Peran guru
dalam mengeksplorasi peserta didik dan merencanakan kegiatan pembelajaran
kooperatif memegang peran penting,
sehingga upaya pengajaran yang dilakukan tidak hanya banyak secara kuantitas
akan tetapi bisa optimal secara kualitas.
Seperti yang diungkapkan dalam surat al-Mulk ayat 2:
Ï%©!$# t,n=y{ |NöqyJø9$# no4quptø:$#ur öNä.uqè=ö7uÏ9 ö/ä3r& ß`|¡ômr& WxuKtã 4 uqèdur âÍyèø9$# âqàÿtóø9$#
Artinya: “Yang
menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”
Pesan dan kesan al-Qur’an yang dapat penulis
tangkap dari ayat diatas ialah bahwa dalam mengerjakan amal dalam hal ini
pengajaran diperlukan ahsanu ‘amala bukan akstaru ‘amala.
Impliksinya ialah guru harus terus berupaya agar meningkatkan kualitas
pengajarannya agaar tercipta generasi muslim yang qowiyyun amiin salah satu
alternatif pembelajaran yang digunakan yaitu cooperative learning.
Wallahu
A’lam.
BAB
III
KESIMPULAN
Di lihat dari proses penyelesaian tugas, dalam
pembelajaran kelompok, yang terjadi adalah musyawarah antar anggota untuk
memperoleh kesamaan pandang dalam penyelesaian tugas, baik menyangkut prosedur
kerja maupun hasil kerja. Dimungkinkan sekali dalam penyelesaian tugas, anggota
kelompok melakukan diskusi apabila tugas-tugas yang harus diselesaikan berupa
persoalan-persoalan yang mengundang anggota kelompok untuk saling tukar
pendapat atau saling mempertahankan pendapat.
Cooperative learning mampu mengelaborasi heterogenitas kemampuan
siswa, untuk mencapai generasi Muslim yang kompetitif dan kuat secara fisik
serta care juga terasah
keamanahannya (Qowiyyun Amiin) karena dengan model cooperative learning, dapat
menumbuhkan (1) rasa kebersamaan dan rasa diri positif, (2) aktualisasi diri
dan kesehatan mental berkembang, (3) siswa memperoleh pengetahuan dan tumbuhnya
kesadaran pada diri anak akan adanya kebenaran yang lain yang berasal dari
anggota kelompok, (4) tumbuhnya komunikasi positif, (5) penerimaan dan dukungan
dari teman anggota kelompok, (6) keutuhan hubungan antar anggota, (7) dapat
mereduksi timbulnya konflik antar anggota kelompok. Hal itu menggambarkan bahwa
melalui penggunaan pembelajaran kelompok, efektif untuk
menumbuhkan keterampilan sosial dan keterampilan dalam mengadakan hubungan
interpersonal dengan sesama anggota kelompok serta menghindari terjadinya
kompetisi negatif maupun sikap yang individualistik
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu 1997, Strategi Belajar Mengajar, Semarang:
Pustaka Setia
Aunurrahman, 2009, Belajar dan Pembelajaran, Bandung:
Alfabeta
Al-Syaibany, Omar mohammad al-Toumy, 1979, Falsafah Pendidikan Islam, Terj.
Hasan Langgulung. Cet. Ke-1, Jakarta: Bulan Bintang
Campbell, Linda, dkk, 2004, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis
Multiple Intelligences, alih bahasa Tim Intuisi, Depok: Intuisi
Dalyono, M, 1997, Psikologi Pendidikan,Jakarta: Rineka Cipta
Hernawan, Asep Herry, dkk, 2006, Belajar dan Pembelajaran Sekolah Dasar,
Bandung: UPI Press
Huda, Miftahul, 2011, Cooperative Learning, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Mulyasa, E,
2004, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan Implementasi,
Cet. Ke-5, Bandung: Remaja Rosdakarya
Sahrodi, Jamali, 2011, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Arfindo Raya
Sharan, Shlomo, 2012, The Handbook of Cooperative Learning, Yogyakarta:
Familia
[1] Lihat Jamali Sahrodi, Filsafat Pendidikan Islam, Materi Perkuliahan
Semester Genap Pada Program Pascasarjana Tahun Akademik 2009/2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar