Senin, 02 Juli 2012

RIVIEW BUKU SOSIOLOGI PENDIDIKAN


REVIEW BUKU

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Dosen: SUPARTO, M.Ed, Ph.D



iain syekh nurjati
 








Disusun Oleh :
FAIJAH (14116310010)
PRODI: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) SMT II





PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SYEKH NURJATI
 CIREBON
2012
Judul Cover    : Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah Model Pelibatan   Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Pengarang       : Dr. Dede Rosyada, MA
Penerbit           : Prenada Media
Terbit               : Cetakan I Januari 2004, Cetakan II September 2004
Tebal               : 344 hlm.

          Buku ini mencoba memaparkan tentang reformasi dan pembaharuan radikal pendidikan di Indonesia yang diangkat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni pendelegasian otoritas pendidikan pada daerah dan mendorong otonomisasi di tingkat sekolah, serta pelibatan masyarakat dalam pengembangan program-program kurikuler serta pengembangan sekolah lainnya.
Kewenangan pemerintah kini adalah fasilitatif terhadap berbagai usulan pengembangan yang digagas sekolah. Paradigma baru pengelolaan sekolah ini diharapkan dapat menjadi solusi awal dalam mengatasi rendahnya kualitas proses dan hasil pendidikan di Indonesia yang berakibat pada rendahnya rata-rata kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam konteks persaingan regional dan global.
Akan tetapi, perubahan paradigma ini secara praktis perlu waktu, khususnya dalam konteks restrukturisasi sistem yang mengatur batas-batas tugas dan kewenangan antar instansi pengelola pendidikan, kemudian adaptasi sistem baru tersebut dalam praktik pengelolaan sekolah secara operasional, dan terakhir perubahan kultur yang sudah bertahun-tahun masyarakat kita terbiasa dan bahkan menikmati pola kekuasaan birokrasi, dan kini kekuasaan tersebut dibagi-bagi (sharing of power) antara daerah dan sekolah yang bermitra dengan masyarakat, baik sebagai client maupun user.
Buku ini disusun untuk berkonstribusi pemikiran-pemikiran konsepsional akademis, teoritik dan bahkan juga menyentuh dimensi praktisnya agar bisa dijadikan rujukan dalam mencoba mengembangkan pengelolaan sekolah secara demokratis, sebagaimana digagas dalam undang-undang. Kajian dan bahasan buku ini lebih banyak diarahkan pada konteks persekolahan dan tidak banyak menyentuh aspek-aspek birokrasi pendidikan. Oleh sebab itu, fokus pembahasannya terbatas hanya pada kajian evaluasi dan pengembangan yang membelajarkan sekolah yang demokratis, proses pembelajaran yang membelajarkan para siswa, serta pengelolaan sekolah yang partisipatif.
Pada bab I buku ini memaparkan isu tentang perbaikan sektor pendidikan di Indonesia memasuki abad ke-21 yang mencuat ke permukaan, tidak hanya dalam jalur pendidikan umum, tapi semua jalur dan jenjang pendidikan, bahkan upaya advokasi untuk jalur pendidikan yang dikelola oleh beberapa depatemen teknis, dengan tuntutan social equity sangat kuat yang tidak hanya disuarakan oleh departemen terkait sebagai otoritas pengelola jalur pendidikan tersebut, tapi juga oleh para praktisi dan pengambil kebijakan dalam pembangunan sektor pembinaan sumber daya manusia, karena semua jenis, jalur dan jenjang pendidikan merupakan unsur-unsur yang memberikan kontribusi terhadap rata-rata hasil pendidikan secara nasional. Dengan demikian, kelemahan proses dan hasil pendidikan dari sebuah jalur pendidikan akan mempengaruhi indeks keberhasilan pendidikan secara keseluruhan.
Isu tentang sekolah demokratis di Indonesia memang relatif baru dan belum terbiasa dalam wacana akademis bidang kependidikan, walaupun pekerjaannya sudah dimulai sejak lama, bahkan mungkin sejak zaman orde baru, walaupun belum spesifik. Istilah demokratis, sebagaimana dalam literatur politik diambil dari bahasa Yunani kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu demos  yang bermakna rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan, dan apabila digabungkan menjadi bermakna kekuasaan di tangan rakyat. Istilah demokrasi memang muncul dan dipakai dalam kajian politik, yang bermakna kekuasan negara berada di tangan rakyat melalui undang-undang yang diputuskan rakyat, bukan oleh kekuasaan raja atau sultan. Mekanisme berdemokrasi dalam politik tidak sepenuhnya sesuai dengan mekanisme dalam kepemimpinan lembaga pendidikan, namun secara substantif, sekolah demokratis adalah membawa semangat demokrasi tersebut dalam perencanaan, pengelolaan dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah. [1]
Pada bab II buku ini memaparkan tentang demokratisasi pengembangan kurikulum. Kurikulum merupakan inti dari sebuah sekolah, karena kurikulumlah yang mereka tawarkan pada publiknya, dengan dukungan SDM guru berkualitas, serta sarana sumber belajar lainnya yang memadai. Diskursus tentang kurikulum masih terus berjalan, apakah kurikulum itu hanya bermakna Course Out Line atau GBPP, atau mencakup seluruh pengalaman yang diberikan pada anak dalam proses pendidikannya oleh guru. Dalam konteks ini Ronald C. Doll menjelaskan bahwa kurikulum sudah tidak lagi bermakna sebagai rangkaian bahan yang akan dipelajari serta urutan pelajaran yang akan dipelajari siswa, tapi seluruh pengalaman yang ditawarkan pada anak-anak peserta didik di bawah arahan dan bimbingan sekolah. [2]
Kurikulum dalam berbagai jenis dan jenjang pendidikan menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca serta menulis, kecakapan berhitung, dan kecakapan berkomunikasi. [3]
Kurikulum merupakan salah satu yang dijual sekolah pada pelanggannya, semakin baik kurikulum yang dirancang sekolah, maka akan semakin tinggi daya tarik sekolah tersebut bagi masyarakat. Kurikulum menjadi salah satu quality assuance dari sekolah, dan dikontrol dengan efektif oleh guru dengan kepala sekolahnya, sehingga bisa mencapai harapan-harapan sebagaimana dikehendaki dan dirumuskan bersama antara manajemen sekolah, stakeholder serta unsur-unsur masyarakat lain yang memberikan dukungan pada sekolah tersebut.
Model proses perumusan kurikulum yang memberdayakan potensi-potensi horizontal sekolah, sudah menuju pada model sekolah demokratis, yakni sekolah yang lebih banyak ditentukan oleh komunitasnya sendiri, bukan oleh kekuasaan pusat yang jauh dari kenyataan lokal.
Sekolah harus memberi kesempatan pada siswa untuk mencoba membahas persoalan-persoalan current event, seperti problem-problem law enforcement, lingkungan, konflik etnis, masa depan masyarakat, serta pajak dan kontrol masyarakat terhadap pemerintah.[4] Ini semua untuk memperkuat pembiasaan mereka menjadi masyarakat demokratis, karena inti demokrasi adalah kekuasaan pada rakyat, dan untuk itu perlu keterbukaan. Mereka harus menjadi bagian dalam kultur keterbukaan tersebut.
Pada bab III buku ini memaparkan tentang mengajar yang membelajarkan. Mengajar, inilah kata kunci yang sangat mempengaruhi keberhasilan sebuah proses pendidikan. Tingkat keberhasilan mengajar bukan pada seberapa banyak ilmu yang disampaikan guru pada siswa, tapi seberapa besar guru memberi peluang pada siswa untuk belajar dan memperoleh segala sesuatu yang ingin diketahuinya guru hanya memfasilitasi para siswanya untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya.
Upaya melaksanakan pembelajaran yang menekankan pada pengaktifan belajar siswa didasarkan atas asumsi-asumsi tertentu, yakni kegiatan belajar merupakan suatu proses kontinyu dan bervariasi, dalam proses belajar ada keterlibatan mental dari siswa secara optimal, komunikasi dalam pembelajaran berlangsung dalam banyak arah, untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa perlu menggunakan berbagai metode pembelajaran yang efektif.[5]
Pembelajaran yang dapat melahirkan kecakapan siswa dalam menyelesaikan masalah, memang terbilang isu baru dalam wacana pendidikan di Indonesia yang sains minded dan menjadi permasalahan besar termasuk mengidentifikasikan masalah itu sendiri. Apa sebenarnya masalah itu? Ini merupakan sebuah masalah, apalagi kalau kita yang sedang menghadapi masalah, justru tidak mampu mendefinisikan masalah itu sendiri.
Pada bab terakhir buku ini memaparkan tentang manajemen berbasis sekolah sebagai sebuah agenda perubahan. Pengembangan, peningkatan dan perbaikan pendidikan harus dilakukan secara holistik dan simultan, tidak boleh parsial walaupun mungkin dilakukan bertahap. Perbaikan sektor kurikulum, tenaga guru dan fasilitas serta sarana pembelajaran, tidak akan terlalu membawa perubahan signifikan jika tidak disertai dengan perbaikan pola dan kultur manajemen yang mendukung perubahan-perubahan tersebut. Dinamika guru dalam pengembangan program pembelajaran tidak akan bermakna bagi perbaikan proses dan hasil belajar siswa, jika manajemen sekolahnya tidak memberi peluang tumbuh dan berkembangnya kreativitas guru tersebut. demikian pula penambahan dan penguatan sumber belajar berupa perpustakaan dan laboratorium tidak akan terlalu bermakna jika manajemen sekolahnya tidak memberi perhatian serius dalam optimalisasi pemanfaatan sumber belajar tersebut dalam proses belajar siswa. Manajemen, memang merupakan sesuatu yang amat bermakna dalam perubahan menuju sebuah perbaikan.
Mulyasa mengemukakan bahwa manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para peserta didik. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staff, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan.[6]

Buku ini layak dibaca oleh para pengelola sekolah, para guru yang menjadi bagian penting dari setiap sekolah dalam jenjang, jenis apa pun, dan untuk para mahasiswa yang memiliki minat untuk menjadi guru, dan suatu ketika akan menjadi guru.





DAFTAR PUSTAKA




Enco Mulyasa, 2004, Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategi, dan Implementasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

--------------------, 2006, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; sebuah panduan praktis, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Michael W. Apple, 1995, Democratic School, Virginia: ASCD Alexandria

Roger Soder, 1996, Democracy, Education and School, San Francisco: Jossey Bass

Ronald C Doll, 1964, Curriculum Improvement, Decision Making and Process, Boston:  Allyn and Bacon

Sumiati, 2008, Metode Pembelajaran, Bandung: CV Wacana Prima




[1]Roger Soder,  Democracy, Education and School, San Francisco, Jossey Bass, 1996, 2
[2] Ronald C Doll, Curriculum Improvement, Decision Making and Process, Boston, Allyn and Bacon, 1964, 15
[3]Enco Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; sebuah panduan praktis, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2006, 47
[4] Michael W. Apple, Democratic School, Virginia, ASCD Alexandria, 1995, 16
[5] Sumiati, Metode Pembelajaran, Bandung, CV Wacana Prima, 2008, 39
[6]Enco Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategi, dan Implementasi, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2004, 24 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar