REVIEW BUKU
Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Dosen:
SUPARTO, M.Ed, Ph.D
Disusun Oleh :
FAIJAH (14116310010)
PRODI: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) SMT II
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SYEKH NURJATI
CIREBON
2012
Judul Cover : Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah
Model Pelibatan Masyarakat dalam
Penyelenggaraan Pendidikan
Pengarang : Dr. Dede Rosyada, MA
Penerbit : Prenada Media
Terbit : Cetakan I Januari 2004, Cetakan II September 2004
Tebal : 344 hlm.
Penerbit : Prenada Media
Terbit : Cetakan I Januari 2004, Cetakan II September 2004
Tebal : 344 hlm.
Buku ini
mencoba memaparkan tentang reformasi dan pembaharuan radikal pendidikan di
Indonesia yang diangkat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yakni pendelegasian otoritas pendidikan pada daerah dan
mendorong otonomisasi di tingkat sekolah, serta pelibatan masyarakat dalam
pengembangan program-program kurikuler serta pengembangan sekolah lainnya.
Kewenangan pemerintah kini adalah fasilitatif
terhadap berbagai usulan pengembangan yang digagas sekolah. Paradigma baru
pengelolaan sekolah ini diharapkan dapat menjadi solusi awal dalam mengatasi
rendahnya kualitas proses dan hasil pendidikan di Indonesia yang berakibat pada
rendahnya rata-rata kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam konteks
persaingan regional dan global.
Akan tetapi, perubahan paradigma ini secara
praktis perlu waktu, khususnya dalam konteks restrukturisasi sistem yang
mengatur batas-batas tugas dan kewenangan antar instansi pengelola pendidikan,
kemudian adaptasi sistem baru tersebut dalam praktik pengelolaan sekolah secara
operasional, dan terakhir perubahan kultur yang sudah bertahun-tahun masyarakat
kita terbiasa dan bahkan menikmati pola kekuasaan birokrasi, dan kini kekuasaan
tersebut dibagi-bagi (sharing of power) antara daerah dan sekolah yang
bermitra dengan masyarakat, baik sebagai client maupun user.
Buku ini disusun untuk berkonstribusi
pemikiran-pemikiran konsepsional akademis, teoritik dan bahkan juga menyentuh
dimensi praktisnya agar bisa dijadikan rujukan dalam mencoba mengembangkan
pengelolaan sekolah secara demokratis, sebagaimana digagas dalam undang-undang.
Kajian dan bahasan buku ini lebih banyak diarahkan pada konteks persekolahan
dan tidak banyak menyentuh aspek-aspek birokrasi pendidikan. Oleh sebab itu,
fokus pembahasannya terbatas hanya pada kajian evaluasi dan pengembangan yang
membelajarkan sekolah yang demokratis, proses pembelajaran yang membelajarkan
para siswa, serta pengelolaan sekolah yang partisipatif.
Pada bab I buku ini memaparkan isu tentang
perbaikan sektor pendidikan di Indonesia memasuki abad ke-21 yang mencuat ke
permukaan, tidak hanya dalam jalur pendidikan umum, tapi semua jalur dan
jenjang pendidikan, bahkan upaya advokasi untuk jalur pendidikan yang dikelola
oleh beberapa depatemen teknis, dengan tuntutan social equity sangat
kuat yang tidak hanya disuarakan oleh departemen terkait sebagai otoritas
pengelola jalur pendidikan tersebut, tapi juga oleh para praktisi dan pengambil
kebijakan dalam pembangunan sektor pembinaan sumber daya manusia, karena semua
jenis, jalur dan jenjang pendidikan merupakan unsur-unsur yang memberikan
kontribusi terhadap rata-rata hasil pendidikan secara nasional. Dengan
demikian, kelemahan proses dan hasil pendidikan dari sebuah jalur pendidikan
akan mempengaruhi indeks keberhasilan pendidikan secara keseluruhan.
Isu tentang sekolah demokratis di Indonesia
memang relatif baru dan belum terbiasa dalam wacana akademis bidang
kependidikan, walaupun pekerjaannya sudah dimulai sejak lama, bahkan mungkin
sejak zaman orde baru, walaupun belum spesifik. Istilah demokratis, sebagaimana
dalam literatur politik diambil dari bahasa Yunani kuno, yang terdiri dari dua
kata yaitu demos yang bermakna
rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan, dan apabila digabungkan
menjadi bermakna kekuasaan di tangan rakyat. Istilah demokrasi memang muncul
dan dipakai dalam kajian politik, yang bermakna kekuasan negara berada di
tangan rakyat melalui undang-undang yang diputuskan rakyat, bukan oleh kekuasaan
raja atau sultan. Mekanisme berdemokrasi dalam politik tidak sepenuhnya sesuai
dengan mekanisme dalam kepemimpinan lembaga pendidikan, namun secara
substantif, sekolah demokratis adalah membawa semangat demokrasi tersebut dalam
perencanaan, pengelolaan dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah. [1]
Pada bab II buku ini memaparkan tentang
demokratisasi pengembangan kurikulum. Kurikulum merupakan inti dari sebuah
sekolah, karena kurikulumlah yang mereka tawarkan pada publiknya, dengan
dukungan SDM guru berkualitas, serta sarana sumber belajar lainnya yang
memadai. Diskursus tentang kurikulum masih terus berjalan, apakah kurikulum itu
hanya bermakna Course Out Line atau GBPP, atau mencakup seluruh
pengalaman yang diberikan pada anak dalam proses pendidikannya oleh guru. Dalam
konteks ini Ronald C. Doll menjelaskan bahwa kurikulum sudah tidak lagi
bermakna sebagai rangkaian bahan yang akan dipelajari serta urutan pelajaran
yang akan dipelajari siswa, tapi seluruh pengalaman yang ditawarkan pada anak-anak
peserta didik di bawah arahan dan bimbingan sekolah. [2]
Kurikulum dalam berbagai jenis dan jenjang
pendidikan menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca serta menulis,
kecakapan berhitung, dan kecakapan berkomunikasi. [3]
Kurikulum merupakan salah satu yang dijual
sekolah pada pelanggannya, semakin baik kurikulum yang dirancang sekolah, maka
akan semakin tinggi daya tarik sekolah tersebut bagi masyarakat. Kurikulum
menjadi salah satu quality assuance dari sekolah, dan dikontrol dengan
efektif oleh guru dengan kepala sekolahnya, sehingga bisa mencapai
harapan-harapan sebagaimana dikehendaki dan dirumuskan bersama antara manajemen
sekolah, stakeholder serta unsur-unsur masyarakat lain yang memberikan
dukungan pada sekolah tersebut.
Model proses perumusan kurikulum yang
memberdayakan potensi-potensi horizontal sekolah, sudah menuju pada model
sekolah demokratis, yakni sekolah yang lebih banyak ditentukan oleh
komunitasnya sendiri, bukan oleh kekuasaan pusat yang jauh dari kenyataan
lokal.
Sekolah harus memberi kesempatan pada siswa
untuk mencoba membahas persoalan-persoalan current event, seperti
problem-problem law enforcement, lingkungan, konflik etnis, masa depan
masyarakat, serta pajak dan kontrol masyarakat terhadap pemerintah.[4]
Ini semua untuk memperkuat pembiasaan mereka menjadi masyarakat demokratis,
karena inti demokrasi adalah kekuasaan pada rakyat, dan untuk itu perlu
keterbukaan. Mereka harus menjadi bagian dalam kultur keterbukaan tersebut.
Pada bab III buku ini memaparkan tentang mengajar
yang membelajarkan. Mengajar, inilah kata kunci yang sangat mempengaruhi
keberhasilan sebuah proses pendidikan. Tingkat keberhasilan mengajar bukan pada
seberapa banyak ilmu yang disampaikan guru pada siswa, tapi seberapa besar guru
memberi peluang pada siswa untuk belajar dan memperoleh segala sesuatu yang
ingin diketahuinya guru hanya memfasilitasi para siswanya untuk meningkatkan
keterampilan dan pengetahuannya.
Upaya melaksanakan pembelajaran yang
menekankan pada pengaktifan belajar siswa didasarkan atas asumsi-asumsi
tertentu, yakni kegiatan belajar merupakan suatu proses kontinyu dan
bervariasi, dalam proses belajar ada keterlibatan mental dari siswa secara
optimal, komunikasi dalam pembelajaran berlangsung dalam banyak arah, untuk
mengarahkan kegiatan belajar siswa perlu menggunakan berbagai metode
pembelajaran yang efektif.[5]
Pembelajaran yang dapat melahirkan kecakapan
siswa dalam menyelesaikan masalah, memang terbilang isu baru dalam wacana
pendidikan di Indonesia yang sains minded dan menjadi permasalahan besar
termasuk mengidentifikasikan masalah itu sendiri. Apa sebenarnya masalah itu?
Ini merupakan sebuah masalah, apalagi kalau kita yang sedang menghadapi
masalah, justru tidak mampu mendefinisikan masalah itu sendiri.
Pada bab terakhir buku ini memaparkan tentang
manajemen berbasis sekolah sebagai sebuah agenda perubahan. Pengembangan,
peningkatan dan perbaikan pendidikan harus dilakukan secara holistik dan
simultan, tidak boleh parsial walaupun mungkin dilakukan bertahap. Perbaikan
sektor kurikulum, tenaga guru dan fasilitas serta sarana pembelajaran, tidak
akan terlalu membawa perubahan signifikan jika tidak disertai dengan perbaikan
pola dan kultur manajemen yang mendukung perubahan-perubahan tersebut. Dinamika
guru dalam pengembangan program pembelajaran tidak akan bermakna bagi perbaikan
proses dan hasil belajar siswa, jika manajemen sekolahnya tidak memberi peluang
tumbuh dan berkembangnya kreativitas guru tersebut. demikian pula penambahan
dan penguatan sumber belajar berupa perpustakaan dan laboratorium tidak akan
terlalu bermakna jika manajemen sekolahnya tidak memberi perhatian serius dalam
optimalisasi pemanfaatan sumber belajar tersebut dalam proses belajar siswa.
Manajemen, memang merupakan sesuatu yang amat bermakna dalam perubahan menuju
sebuah perbaikan.
Mulyasa mengemukakan bahwa manajemen berbasis
sekolah merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan
kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi
para peserta didik. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah
untuk meningkatkan kinerja para staff, menawarkan partisipasi langsung
kelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap
pendidikan.[6]
Buku ini layak dibaca oleh para pengelola
sekolah, para guru yang menjadi bagian penting dari setiap sekolah dalam
jenjang, jenis apa pun, dan untuk para mahasiswa yang memiliki minat untuk
menjadi guru, dan suatu ketika akan menjadi guru.
DAFTAR
PUSTAKA
Enco Mulyasa, 2004, Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep,
Strategi, dan Implementasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
--------------------,
2006, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; sebuah panduan praktis, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Michael W. Apple, 1995, Democratic School, Virginia: ASCD
Alexandria
Roger Soder, 1996, Democracy, Education and School, San
Francisco: Jossey Bass
Ronald
C Doll, 1964, Curriculum Improvement, Decision Making and Process, Boston:
Allyn and Bacon
Sumiati, 2008, Metode Pembelajaran, Bandung: CV Wacana Prima
[1]Roger
Soder, Democracy, Education and
School, San Francisco, Jossey Bass, 1996, 2
[2]
Ronald C Doll, Curriculum Improvement, Decision Making and Process, Boston,
Allyn and Bacon, 1964, 15
[3]Enco
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; sebuah panduan praktis, Bandung,
PT Remaja Rosdakarya, 2006, 47
[4]
Michael W. Apple, Democratic School, Virginia, ASCD Alexandria, 1995, 16
[5]
Sumiati, Metode Pembelajaran, Bandung, CV Wacana Prima, 2008, 39
[6]Enco
Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategi, dan Implementasi, Bandung,
PT Remaja Rosdakarya, 2004, 24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar